Hukum Jual Beli Pupuk Kandang
Pengertian Pupuk Kandang 
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa Pupuk adalah 
penyubur tanaman yang ditambahkan ke tanah untuk menyediakan senyawaan 
unsur yang diperlukan tanaman.  Sedangkan  Pupuk Kandang adalah : pupuk 
yang berasal dari kotoran hewan. 
Di dalam kamus Wikipedia disebutkan bahwa Pupuk kandang ialah olahan 
kotoran hewan, biasanya ternak, yang diberikan pada lahan pertanian 
untuk memperbaiki kesuburan dan struktur tanah. Pupuk kandang adalah 
pupuk organik, sebagaimana kompos dan pupuk hijau.
Zat hara yang dikandung pupuk kandang tergantung dari sumber kotoran 
bahan bakunya. Pupuk kandang ternak besar kaya akan nitrogen, dan 
mineral logam, seperti magnesium, kalium, dan kalsium. Pupuk kandang 
ayam memiliki kandungan fosfor lebih tinggi. Namun, manfaat utama pupuk 
kandang adalah mempertahankan struktur fisik tanah sehingga akar dapat 
tumbuh secara baik.
Hukum Jual-Beli Pupuk Kandang
Sebelum 
membahas hukum pupuk kandang lebih lanjut, perlu dijelaskan 
terlebih dahulu, bahwa para ulama berbeda pendapat mengenai status pupuk
 kandang itu sendiri. Sebagian ulama seperti Hanafiyah dan Syafi’iyah 
berpendapat bahwa seluruh kotoran binatang dan kencingnya adalah najis. 
Sedangkan ulama-ulama lain seperti  Malikiyah dan Hanabilah berpendapat 
bahwa air kencing dan kotoran binatang yang boleh dimakan tidaklah 
najis. Menurut mereka yang  najis adalah air kencing dan kotoran yang 
berasal dari manusia atau dari binatang yang tidak boleh dimakan 
dagingnya seperti babi, anjing, keledai dan lain-lainnya. 
Adapun dalil-dalil dari kedua pendapat tersebut sudah penulis 
sebutkan secara panjang lebar di dalam buku Berobatlah dengan yang Halal
 , Bab : Hukum Berobat dengan Air Kencing Unta ( hlm 73-86 ), silahkan 
dirujuk ke buku tersebut. 
Dengan demikian, jika pupuk kandang tersebut berasal dari binatang 
yang boleh dimakan dagingnya, seperti ayam, kambing, sapi dan unta, maka
 hukumnya boleh diperjual-belikan karena memang pupuk tersebut tidak 
najis menurut Malikiyah dan Hanabilah.  Sedangkan menurut Hanafiyah dan 
Syafi’yah, walaupun mereka mengatakan pupuk tersebut najis, tetapi 
sebagian dari mereka membolehkan untuk memperjual-belikan dan 
menggunakannya karena dianggap bermanfaat bagi para petani.  
Untuk lebih jelasnya, perbedaan ulama di dalam menentukan status hukum memperjual-belikan pupuk najis adalah sebagai berikut : 
Pendapat Pertama  : Boleh menggunakan dan memperjual-belikan  pupuk 
yang najis. Yang tidak boleh diperjual-belikan hanyalah kotoran manusia 
yang tidak tercampur dengan tanah. Ini adalah pendapat Hanafiyah dan 
sebagian dari ulama Malikiyah seperti Ibnu Majisyun.
Berkata as-Sarakhsi di dalam al- Mabsuth ( 24/ 27 ) : 
Dalil-dalil mereka sebagai berikut :
Pertama : Pupuk tersebut sangat bermanfaat bagi para petani dan mereka sangat membutuhkannya.
Kedua : Penggunakan pupuk ini sudah berlangsung lama secara turun temurun di masyarakat, dan tidak ada satupun yang mengingkarinya. Ini menunjukkan kebolehan.
Ketiga : Kaidah Fiqh yang berbunyi :
“ Suatu kondisi yang susah bisa mendatangkan suatu kemudahan. “
Keempat : Kaidah Fiqh juga :
“ Suatu kondisi yang sempit bisa mendatangkan keluasan di dalam perbuatan “
Pendapat Kedua : Tidak boleh menggunakan pupuk najis, tetapi boleh menggunakan sesuatu yang mutanajis ( yang terkena najis ), seperti halnya pupuk najis yang dicampur dengan air, kemudian air tersebut disiramkan ke tanaman. (Muhammad Ulays, Manhu al-Jalil:1/ 55-56 )
Pendapat Ketiga : Tidak boleh memperjual-belikan kotoran hewan yang najis. Ini adalah pendapat mayoritas ulama Malikiyah menurut riwayat yang masyhur, Syafi’iyah dan Hanabilah.
Untuk Syafi’iyah mereka berpendapat boleh menggunakan pupuk najis, tetapi tidak boleh memperjual-belikannya. Berkata Imam Nawawi di dalam al-Majmu’ ( 4/448 ) :
Beliau juga menyatakan di tempat yang sama tentang penggunaan barang-barang najis untuk keperluan umum :
Walaupun Syafi’iyah melarang jual-beli barang najis, tetapi mereka membolehkan untuk memberikannya kepada orang lain dengan mengambil upah, mereka menyebutnya dengan isqath al-haq ( menggugurkan hak ) . Di dalam Hasyiatu asy-Syarwani dan al-Abadi( 4/235 ) disebutkan :
Berkata Ibnu Qudamah di dalam al-Mughni ( 4/ 327 ) :
Mereka beralasan bahwa pupuk tersebut adalah sesuatu yang najis, seperti bangkai maka tidak boleh diperjualbelikan.
Kesimpulan :
Dari beberapa pandangan ulama di atas, maka pendapat yang lebih mendekati kebenaran adalah sebagai berikut :
Jika pupuk kandang dari binatang yang boleh dimakan dagingnya seperti unta,sapi, kambing dan ayam, maka boleh digunakan dan diperjual-belikan.
Jika pupuk tersebut dari binatang yang tidak boleh dimakan dagingnya, seperti babi dan keledai, atau dari kotoran manusia, jika masih asli dan belum diolah oleh pabrik, maka hukumnya boleh digunakan dan haram untuk diperjual- belikan.
Tetapi jika sudah diolah oleh pabrik dan sudah berubah dzat dan kandungannya, maka boleh digunakan dan diperjual-belikan jika memang hal itu sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Tetapi jika pupuk yang tidak najis sudah cukup, maka sebaiknya tidak menggunakan pupuk yang lain,walaupun sudah diolah oleh pabrik.
Wallahu A’lam,
Pondok Gede, 6 Syawal 1435 H / 2 Agustus 2014 M
http://www.arrisalah.net/2014/12/02/hukum-jual-beli-pupuk-kandang/













 
 

 
Posting Komentar