Hukum An-Na’yu, Mengumumkan Kematian
Pengertian an-Na’yu
An-Na’yu secara bahasa artinya adalah mengumumkan sesuatu . Adapun
an-Na’yu menurut istilah syar’I mempunyai beberapa pengertian,
diantaranya :
Pertama, sebagaimana yang disebutkan Imam at-Tirmidzi di dalam
al-Jami’ ( 239 ) : “ An-Na’yu adalah mengumumkan kepada masyarakat
bahwa seseorang telah meninggal dunia, agar menghadiri jenazahnya (
mengurusi, mensholatkan dan mendoakannya )
Kedua : sebagaimana yang disebutkan al-Qayubi di dalam Hasyiahnya (
1/345 ) : “ An-Na’yu adalah mengumumkan kematian seseorang dengan
menyebut kemulian-kemuliannya dan kebanggaan-kebanggaannya . “
Ketiga : An-Na’yu mengumumkan kematian seseorang disertai ratapan
dengan suara keras. Ini mengandung an-Niyahah yang dilarang, sebagaimana
yang disebutkan Ibnu Hajar al-Haitsami di dalam az-Zawajir ( 1/361 ) : “
An-Niyahah adalah memuji-muji kebaikan mayit dengan suara keras dan
meratapi kematiannya dengan tangisan yang meraung-raung “
Hukum Mengumumkan Kematian
Mayoritas ulama berpendapat boleh mengumumkan kematian seseorang kepada
orang lain dengan tujuan untuk memperbanyak orang yang mendoakan dan
mensholatkan jenazahnya. Mereka berdalil dengan dalil-dalil sebagai
berikut :
Pertama : hadist Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa beliau berkata:
Berkata an-Nawawi di dalam Syarh Shahih Muslim ( 7/21 ) : “ Di dalam hadist ini ada anjuran untuk memberitahu kematian seseorang, tetapi bukan dengan cara-cara jahiliyah, yaitu sekedar memberitahukan kematian seseorang dengan tujuan agar disholatkan dan diurusi jenazahnya, serta diselesaikan tanggungannya. Adapun mengumumkan kematian yang dilarang bukanlah seperti ini, yang dilarang adalah Na’yu Jahiliyah yang bertujuan berbangga-bangga dan yang sejenisnya. “
Kedua : hadist Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa beliau berkata :
Dua hadist di atas menunjukkan tentang kebolehan memberitahukan atau mengumumkan kematian seseorang dengan tujuan untuk mendo’akan dan mensholatkannya. Bahkan hukumnya bisa menjadi sunnah jika hal itu menjadi maslahat bagi si mayit.
Ketiga : hadist Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa beliau berkata :
Hadist di atas menunjukkan kebolehan seorang pemimpin di dalam khutbahnya memberitahukan tentang kematian seseorang jika di dalamnya terdapat maslahat umum, walaupun bukan untuk mengurus jenazahnya ataupun mensholatinya .
Hal ini dikuatkan dengan khutbah Abu Bakar as-Siddiq ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia :
Keempat : Atsar dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa beliau suatu ketika melihat beberapa majlis ( perkumpulan ), beliau berkata :
Adapun pendapat yang mengatakan tidak boleh mengumumkan kematian seseorang secara mutlak dalam bentuk apapun juga, mereka berdalil dengan hadist Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwasanya beliau berkata :
Maka jawabannya adalah bahwa yang dilarang pada hadist di atas adalah memberitahukan kematian seseorang dengan cara seperti yang pernah dilakukan oleh orang-orang Jahiliyah ketika salah seorang tokoh diantara mereka meninggal dunia, mereka mengutus para penunggang kuda untuk mendatangi kabilah-kabilah dan mengatakan : “ celakah kalian dengan matinya si fulan sambil menangis dan meratapi si mayit.” ( an-Nawawi , al-Adzkar, hal.226 )
Begitu juga mereka berdalil dengan Atsar dari Hudzaifah bin Yaman radhiyallahu ‘anhu bahwasanya ketika ada yang meninggal dunia dari keluarganya, beliau tidak mau memberitahukannya kepada orang lain, dan beliau berkata :
Maka jawabannya bahwa Hudzaifah dalam atsar ini tidak mengatakan bahwa memberitahukan kematian adalah sesuatu yang terlarang, tetapi dia mengkhawatirkan bahwa hal itu akan menyebabkan sesuatu yang dilarang Rasululullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ( yaitu Na’yu Jahiliyah ) sebagaimana yang diterangkan di atas.
Kesimpulan :
Dari pembahasan di atas bisa disimpulkan bahwa yang dilarang atau dimakruhkan adalah memberitahukan kematian seseorang yang diiringi dengan tangisan, ratapan dan pujian-pujian yang berlebih-lebihan. Adapun memberitahukan kematian seseorang dengan tujuan agar masyarakat mendoakan dan mensholatkannya, maka hal itu dibolehkan, bahkan dianjurkan. Wallahu A’lam.
Dr. Ahmad Zain An-Najah, MA
Jati Warna, 27 Muharram 1436 H/ 20 November 2014 M
http://www.arrisalah.net/2015/02/03/hukum-an-nayu-mengumumkan-kematian/
Posting Komentar