AHLAN WA SAHLAN

anda nyasar digubuk kami? jangan sungkan silahkan masuk dulu.

Senin, 11 Mei 2009

WAHABI (FIRQAH SALAFIYAH JADIDAH)

Tulisan dari Rahmad Ramadan
Gerakan wahabi diorganisasi untuk mendirikan suatu kekuatan dalam masyarakat di dalam Khilafah yang dipimpin oleh Muhammad bin Saud lalu anaknya Abdul Aziz bin Muhammad bin Saud. Gerakan in berupaya merampas wilayah kaum muslimin dan memberontak / bughat mereka ini dibantu oleh Inggris, mereka ingin mengatur wilayah tersebur dengan madzhab yang mereka anut dan menghilangkan madzhab lain dengan kekuasaan. Kuwait diduduki tahun 1788, mengepung Baghdad dan berusaha merebut Karbala dan makam Hussain ra, dihancurkan dan melarang kaum muslimin untuk mengunjunginya. Tahun 1804 mereka menyerang Mekah dan mendudukinya, 1804 menduduki Madinah. Mereka menghancurkan kubah besar untuk menaungi makam Rasulullah dan memereteli batu perhiasan dan ornamen disana yang amat berharga. Damaskus diserang dua kali meski akhirnya mereka dikalahkan penduduk disana. Gerakan ini diprovokasi dan didukung Inggris, keluarga Saud adalah agen mereka, mereka memanfaatkan madzhab wahabi, yang merupakan salah satu madzhab Islam (Hambaliyah) dan pendirinya adalah seorang mujtahid. Inggris bermaksud memanfaatkan mereka untuk menimbulkan perang antar madzhab didalam Khilafah Utsmaniyah, sayangnya kebanyakan pengikut Wahabi tidak menyadari bahwa mereka dimanfaatkan oleh Ibn Saud yang merupakan antek Inggris.
Muhammad bin Abdul Wahhab berpendapat bahwa barang siapa berziarah kemakam Rasulullah, mereka tidak boleh mengqashar shalatnya saat diperjalanan karena tujuannya perjalanannya adalah berbuat dosa berdasarkan: La tusyaddul rihaalu illa tsalatsati masaajida : masjidiy hadzaa, walmasjidil haram walmasjidil aqsha (HR. Bukhari & Muslim). Sedang madzhab lain tidak berpendapat demikian berdasarkan: Kuntu nahaytukum ‘ an ziyaarotil qubuuri alaa fazuruhaa (HR. Muslim, Ahmad, Turmudzi, & Ibnu Majah). Dengan demikian berziarah kemakam Rasulullah lebih utama dibanding lainnya. Dan hadits Abdul Wahhab diatas dikhususkan untuk ziarah kemasjid-masjid saja, karena sifatnya tidak umum “ Janganlah bersusah payah melakukan perjalanan kecuali ketiga masjid”, jadi berziarah pada masjid hanya untuk tiga masjid diatas saja.
Perbedaan antara Abdul Wahhab dan penganut madzhab lain semakin meruncing dan dia dianggap keliru dan bertentangan dengan apa yang mereka fahami dari al-Qur’an dan as-Sunnah sehingga ia diusir dari negerinya. Tahun 1740, ia meminta perlindungan dari Muhammad bin Saud, pemimpin bani Anzah di ad-Dir’iyyah dan menyebarkan madzhabnya disana. Pada 1747, Ibn saud menyatakan persetujuan dan dukungan pada pemikiran dan pendapat Abdul Wahab.Berikut petikan “bai’at” diantara keduanya: Emir Muhammad bin saud berkata: Wahai syeikh, aku akan berbai’ at (menyetakan kesetiaan) kepada anda untuk membela agama Allah dan Rasulnya dan untuk berjihad di jalan Allah. Namun aku khawatir, jika anda kami dukung dan kami bela lalu Allah memenangkan anda atas musuh-musuh Islam, jangan-jangan anda akan memilih negeri lain untuk berpindah kesana dan meninggalkan negeri kami”. Syeikh Abdul Wahab menjawab: Saya tidak berbai’at kepada Tuan untuk tujuan semacam itu. Saya berbai’at kepada Tuan untuk menegaskan tekad, bahwa darah harus dibayar dengan darah, penghancuran harus dibalas penghancuran. Saya tidak akan keluar dari negeri tuan selamanya.(Al-Imam Muhammad ibn ‘Abd el-Wahhab Da’watuhu wa siratuhu, Syeikh ‘Abdul ‘Azis bin ‘Abdullah bin Baz, hal.38-9, terjemahan, diterbitkan oleh KERAJAAN ARAB SAUDI)
Dari aliansi inilah gerakan Wahabi didirikan dan muncul dengan bentuk dakwah dan pemerintahan. Kemudian mereka menyebarluaskan pengaruhnya didaerah-daerah seputar ad-Dir’ iyyah dan dalam 10 tahun mereka berhasil memiliki wilayah 30 mil. Padahal saat itu negara Khilafah masih berdiri dengan segala kekurangannya, maka bagaimana bisa seorang ulama yang mengatakan mengikuti manhaj salaf kemudan menyelisihi masalah yang sudah difahami dalam diin ini bahwa tidak boleh ada dua orang imam. Dalam hadits riwayat Imam Muslim disebutkan: “ Jika dibai’at dua orang khalifah maka bunuhlah yang kedua”. Maka siapakah yang terkategori sebagai bughat yang harus dibunuh dalam kasus ini???. Lalu apakah berperang melawan daulah Khilafah adalah terkategori jihad fi sabilillah seperti yang anda katakan wahai syaikh, apa anda akan melakukan futuhat atas daulah Khilafah ? jika iya apakah anda akan menggantikan Daulah Khilafah dengan Daulah Saud atau Dauleh Wahabiyah???.
Tahun 1765 Muhammad bin Saud wafat, digantikan putranya Abdul Aziz. Beliau tidak melakukan aktivitas gerakan atau perluasan sebagaimana bapaknya dan gerakan ini tertidur atau stagnan sampai pada 41 tahun setelah kemunculannya, 1747-1788, atau 31 tahun sejak masa stagnasi, 1757-1788, gerakan ini tiba-tiba memulai aktivitasnya. Gerakan Wahabi memulai dengan metode baru untuk menyebarkan madzhabnya sehingga dapat dikenal luas yang menimbulkan kegoncangan diseluruh negara Islam. Tahun 1787 Abdul Azis mendirikan Dewan Imarah (sistem kepemimpinan turun temurun). Sekelompok orang yang dipimpin Muhammad bin Abdul Wahab dikumpulkan, didepan mereka Abdul Azis menegaskan bahwa hak Imarah ditentukan hanya oleh keluarganya dan disepakatilah hal itu oleh mereka. Dari sini jelas sekali Abdul Wahab menyelisihi apa-apa yang difahami oleh Rasulullah dan para sahabat dan para ulama yang mengikuti jalannya yang lurus, apa beliau tidak pernah membuka kitab-kitab ulama salaf yang menjelaskan bahwa para sahabat menyalahkan pendapat Mu’awiyah yang mewariskan kekuasaan pada anaknya, lalu dengan apa dia membina umat yang terkungkung dengan sistem pemerintahan yang menyalahi sunah Rasulullah seperti bentuk republik dan kerajaan yang dia ikuti. Demikian pula kepemimpinan madzhab Wahabi telah ditentukan untuk keluarga dan keturunan Abdul Wahab.
Satu hal yang wajar jika mereka punya pendapat-pendapat yang nyeleneh dalam masalah siyasah Islamiyah karena madzhab mereka memandang sekarang ini harus memperbaiki kerusakan umat dengan memulainya dengan akidah Islam (versi mereka), sehingga harus mengkaji akidah sampai benar-benar kuat akidah yang dimiliki. Siapapun sepakat bahwa dalam ber-Islam harus dimulai dengan akidah yang benar, namun jika kemudian mengklaim bahwa konsepsi akidah mereka adalah yang paling benar dan yang lain bid’ah atau bahkan kafir sungguh mereka telah menyimpang jauh dari para ulama yang merumuskan konsep akidah yang mereka pegang.
Lalu mereka terus mengklaim bahwa dakwah merekalah yang paling “nyunah” dan yang lain sesat. Coba anda tanyakan pada mereka, apakah Rasulullah dan para sahabat mengkaji akidah dengan kitab-berjilid-jilid seperti mereka untuk bisa disebut memiliki akidah Islam yang baik. Apakah ketika umat mengalamai kerusakan dalam masalah ekonomi diakibatkan ekonomi kapitalis kemudian akan kita katakan kajilah akidah Islam bersama kami. Apakah ketika sistem demokrasi diterapkan ditengah-tengah umat dan mereka meyakininya dengan baik, kemudian anda katakan musuh Islam adalah aliran sesat seperti Mu’tazilah, syi’ah, jahmiyah dan Rafidah. Coba anda lihat bagaimana Ibnu Taimiyah ketika negara Islam dihancurkan tentara Mongol, beliau bangkit mengangkat senjata bersama umat untuk menegakkannya kembali dan berfikir realistis bahwa untuk menegakkan hukum Islam dalam negara tidaklah dengan duduk-duduk dimasjid dan menyalahkan kaum muslimin lain yang berjuang yang belum tentu seperti yang anda katakan, mohon tahu dirilah wahai saudaraku!!!
Pada tahun 1344 H, mereka menghancurkan pemakaman Baqi’ dan peninggalan-peninggalan keluarga Rasul dan sahabatnya. Untuk mendapatkan fatwa ulama Madinah mereka mengurus Hakim Agung Nejd, Sulaiman bin Bulaihad, guna menanyakan fatwa ulama disana dengan menyelipkan pendapat Wahabi tentang masalah yang ditanyakan. Maksudnya agar para ulama disana menjawab dengannya atau dianggap kafir dan jika tidak bertaubat maka akan dibunuh.
Soal jawab ini dimuat dimajalah Ummul Qura, terbitan Makkah, bulan Syawal tahun 1344 H. Maka terjadilah keributan dikalangan muslim syi’ah maupun sunnah karena mereka tahu dengan fatwa dari 15 ulama Madinah itu penghancuran bekas-bekas ahlul bait dan sahabat Rasulullah akan segera dilaksanakan. Dan pada 8 Syawal tahun itu juga mereka menghancurkannya. Berikut cuplikannya: Sulaiman bin Bulaihad dalam pertanyaannya mengatakan: Bagaimanakah pendapat ulama Madinah (semoga Allah menambah kefahaman dan ilmu mereka) mengenai membangun kuburan dan menjadikannya sebagai masjid, apakah boleh atau tidak? Jika ditanah waqaf seperti Baqi’ yang bangunannya mencegah untuk menggunakan bagian yang dibangun, apakah ini termasuk qashab yang harus segera dihilangkan, karena hal itu merupakan aniaya terhadap orang-orang yang berhak, dan menghalangi mereka dari haknya atau tidak?
Ulama Madinah dengan wajah ketakutan menjawab : Mendirikan bangunan menurut ijma’ hukumnya adalah terlarang bersandar pada hadits Ali dari Abul Hayyaj, Ali berkata: Aku menyeru engkau kepada suatu perbuatan dimana Rasulullah telah menyeru aku dengannya, yaitu tidaklah engkau melihat patung kecuali engkau musnahkan, dan kuburan yang menonjol kecuali hendaknya engkau ratakan (HR. Muslim, Tirmidzi, an-Nasa’I).
Ada perbedaan pendapat mengenai hal ini, berdasarkan al-Qur’an surat al-Hajj 32: ..Dan barang siapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati. Dalam Majma’ Al-Bayan disebutkan sya’ir disini adalah tanda-tanda agama Allah, seperti halnya Shafa dan Marwah. Selain itu hadits ini dalalahnya / maknanya juga tidak seperti yang difahami kaum wahabi saja. “Wa laa qabran musyrifan illa sawwaytahu” , as-Syarafu dalam al-Munjid diartikan sebagai ketinggian (seperti Punuk unta) sedang sawwaytahu berarti menyamakan / meratakan / meluruskan sesuatu yang miring. Jadi seperti penjelasan Imam Nawawi dalam syarah muslim “ Sunnahnya ialah, kuburan tidak terlalu ditinggikan dari atas tanah dan tidak dibentuk seperti punuk unta, akan tetapi ditinggikan satu jengkal. Jadi bukan dihancurkan sama sekali dan bukan merupakan dalil mengharamkan bangunan diatas kuburan.
Tahun 1788, Abdul Azis memberangkatkan pasukan yang sangat besar dan bersenjata lengkap menyerang dan merampas Kuwait dari Daulah, padahal dulu Inggris yang melakukan terlebih dulu dilawan oleh Daulah dan ditentang pula oleh Rusia Jerman dan Perancis. Kedekatan dan kesetiaan keluarga Saud pada Inggris diketahui dengan pasti oleh Daulah dan negara besar lainnya saat itu. Inggris juga tidak pernah menyembunyikan fakta bahwa mereka mendukung Saudi sebagai sebuah negara, dengan mengirimkan senjata dan dana. Khalifah pernah berupaya mematahkan gerakan ini lewat wali mereka di Madinah, Baghdad dan Damaskus namun gagal.
Akhirnya Khalifah meminta gubernur Mesir, Muhammad Ali, untuk memerangi mereka. Mulanya dia tidak mau tapi setelah dibujuk Perancis, dia merupakan agen Perancis yang memaksa Khalifah mengakuinya dan juga berkepentingan menghambat laju gerakan Inggris untuk merebut Khilafah untuk mereka sendiri, tahun 1811 dia mengutus Thassun, anaknya, untuk menyerang Wahabi. Tahun 1912 tentara Mesir menduduki Madinah. Tahun 1816 putra Ali yang lain, Ibrahim, mendesak kaum Wahabi mundur sampai ibu kotanya, ad-Dir’iyyah, lalu Ibrahim mengepung mereka sampai September 1818 saat mereka menyerah dan dia meratakan ad-Dir’iyyah dengan tanah yang menandai berakhirnya konspirasi Inggris menghancurkan Khilafah. (Kaifa Hudimat al-Khilafah, Abdul Qadim Zallum)

0 komentar:

Posting Komentar

About Me

ignorance makes me want to learn from the smallest

Hadist Pilihan

Rasulullah saw. juga bersabda: «مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَبْتَغِي فِيهِ عِلْمًا سَلَكَ اللهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ الْمَلاَئِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضَاءً لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي اْلأَرْضِ حَتَّى الْحِيتَانُ فِي الْمَاءِ وَفَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ إِنَّ اْلأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلاَ دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ» Siapa saja yang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, Allah pasti akan membukakan baginya suatu jalan menuju surga. Sesungguhnya para malaikat akan melebarkan sayap keridhaan bagi seorang pencari ilmu. Sesungguhnya seluruh makhluk yang ada di langit maupun yang ada di bumi hingga bahkan ikan-ikan di dasar lautan akan memintakan ampunan kepada Allah bagi seorang yang berilmu. Sesungguhnya keutamaan seorang yang berilmu dengan seorang ahli ibadah adalah laksana keutamaan cahaya bulan purnama pada malam hari atas seluruh cahaya bintang. Sesungguhnya pula, orang-orang yang berilmu (para ulama) adalah pewaris para nabi, sementara para nabi tidak mewariskan dinar ataupun dirham, tetapi mewariskan ilmu. Karena itu, siapa saja yang mengambil ilmu, ia berarti telah mengambil bagian yang sangat besar. (HR. Abu Dawud, Ibn Majah, at-Tirmidzi)

  ©Design by extron_ton.