AHLAN WA SAHLAN

anda nyasar digubuk kami? jangan sungkan silahkan masuk dulu.

Senin, 23 Maret 2015

MLM dalam Pandangan Islam

Akhir-akhir banyak masyarakat yang menanyakan hukum melakukan transaksi jual beli dengan system MLM ( Multi Level Marketing ). Tulisan di bawah ini mudah-mudahan bisa menjawab pertanyaan tersebut : Pengertian MLM
MLM adalah sistem penjualan yang memanfaatkan konsumensebagai tenaga penyalur secara langsung. Sistem penjualan ini menggunakan beberapa level ( tingkatan) di dalam pemasaran barang dagangannya.
Promotor (upline) adalah anggota yang sudah mendapatkan hak keanggotaan terlebih dahulu, sedangkan bawahan (downline) adalah anggota baru direkrut oleh promotor.

naik tangga berikutnya

Syarat Dalam Jual Beli

Pengertian Syarat Dalam Jual Beli
Syarat dalam jual beli adalah syarat yang disepakati oleh kedua pihak yang sedang melakukan akad jual beli, seperti sang pembeli mensyaratkan bahwa pembayarannya dicicil dan penjual meminta jaminan tertentu dari pembeli, atau si pembeli meminta waktu tiga hari untuk mempertimbangkan pembelian barang tertentu.
Perbedaan Antara Istilah “Syarat Dalam Jual Beli” dan “Syarat Jual Beli.”
Ada beberapa perbedaan antara dua istilah tersebut, di antaranya adalah :
Pertama: Syarat jual beli ditentukan oleh syariat Islam. Sedangkan syarat dalam jual beli yang menentukan adalah salah satu dari dua pihak yang melakukan transaksi.
Kedua: Syarat jual beli merupakan syarat sahnya suatu akad, berbeda dengan syarat dalam jual beli yang bukan merupakan syarat sahnya suatu akad tetapi hanya syarat yang mewajibkan salah satu dari dua pihak yang bertransaksi.
Ketiga: Syarat jual beli tidak bisa digugurkan, sedangkan syarat dalam jual beli bisa digugurkan menurut kesepakatan kedua belah pihak.
Keempat: Syarat jual beli semuanya benar dan berlaku, karena berasal dari syariah, berbeda dengan syarat dalam jual beli, yang sebagiannya sah dan sebagian lainnya tidak sah serta tidak berlaku, karena yang meletakkan adalah manusia yang bisa benar dan salah. (Ibnu al-Utsaimin, asy-Syarhu al-Mumti’: III/ 485).

naik tangga berikutnya

Hukum Jual Beli Pupuk Kandang

Pengertian Pupuk Kandang Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa Pupuk adalah penyubur tanaman yang ditambahkan ke tanah untuk menyediakan senyawaan unsur yang diperlukan tanaman. Sedangkan Pupuk Kandang adalah : pupuk yang berasal dari kotoran hewan.
Di dalam kamus Wikipedia disebutkan bahwa Pupuk kandang ialah olahan kotoran hewan, biasanya ternak, yang diberikan pada lahan pertanian untuk memperbaiki kesuburan dan struktur tanah. Pupuk kandang adalah pupuk organik, sebagaimana kompos dan pupuk hijau.
Zat hara yang dikandung pupuk kandang tergantung dari sumber kotoran bahan bakunya. Pupuk kandang ternak besar kaya akan nitrogen, dan mineral logam, seperti magnesium, kalium, dan kalsium. Pupuk kandang ayam memiliki kandungan fosfor lebih tinggi. Namun, manfaat utama pupuk kandang adalah mempertahankan struktur fisik tanah sehingga akar dapat tumbuh secara baik.
Hukum Jual-Beli Pupuk Kandang
Sebelum

naik tangga berikutnya

Hukum An-Na’yu, Mengumumkan Kematian

Pengertian an-Na’yu
An-Na’yu secara bahasa artinya adalah mengumumkan sesuatu . Adapun an-Na’yu menurut istilah syar’I mempunyai beberapa pengertian, diantaranya : Pertama, sebagaimana yang disebutkan Imam at-Tirmidzi di dalam al-Jami’ ( 239 ) : “ An-Na’yu adalah mengumumkan kepada masyarakat bahwa seseorang telah meninggal dunia, agar menghadiri jenazahnya ( mengurusi, mensholatkan dan mendoakannya )
Kedua : sebagaimana yang disebutkan al-Qayubi di dalam Hasyiahnya ( 1/345 ) : “ An-Na’yu adalah mengumumkan kematian seseorang dengan menyebut kemulian-kemuliannya dan kebanggaan-kebanggaannya . “
Ketiga : An-Na’yu mengumumkan kematian seseorang disertai ratapan dengan suara keras. Ini mengandung an-Niyahah yang dilarang, sebagaimana yang disebutkan Ibnu Hajar al-Haitsami di dalam az-Zawajir ( 1/361 ) : “ An-Niyahah adalah memuji-muji kebaikan mayit dengan suara keras dan meratapi kematiannya dengan tangisan yang meraung-raung “
Hukum Mengumumkan Kematian

naik tangga berikutnya

Sabtu, 19 Desember 2009

SELAMAT TAHUN BARU

1431 H

semoga ridhlo Alloh slalu menyertai langkah kita

naik tangga berikutnya

Jumat, 13 November 2009

Ratapan Atas Hilangnya Sistem Khilafah

Syauqi rahimahullâh adalah seorang penyair Mesir. Ia menumpahkan perasaannya dalam bentuk puisi sebagai ratapan atas hilangnya sistem Khilafah, yang dia tuliskan sebagai berikut:

Nyanyian pesta pernikahan telah kembali pada gema pagi hari
Kematianmu telah diumumkan dengan segala pertanda kegirangan
Engkau telah dikafani oleh gaun indah pada malam pernikahanmu
Dan dimakamkan pada saat pagi menyingsing
Untuk diantarkan pada kengerian pekuburan, dengan air mata seseorang yang tertawa

Di setiap penjuru, dengan nyanyian mabuk seorang yang jaga
Menara-menara dan semua mimbar berteriak untukmu
Kerajaan dan segenap wilayahnya menangisimu

India merasa bingung dan Mesir pun murung
Seraya menangis dengan air mata yang mengalir deras
Syam, Irak, dan Persia bertanya-tanya
Adakah orangnya yang menghapus Khilafah dari negeri kami?

Segenap petinggi dan budiman menghadiri pemakamanmu
Seraya duduk di atas singgasana pagi
Wahai lelaki, lihatlah putri yang telah dilahirkan secara mulia ini
Dia telah terbunuh tanpa dosa dan kesalahan.

Mereka yang peperangannya telah mengobati luka yang kau derita
Perdamaian yang mereka lakukan telah membunuhmu tanpa goresan luka

Dengan tangannya sendiri, mereka telah menyobek pakaian kebesaran
Yang dulu disulam dengan panji sang penakluk

Mereka telah merenggut perhiasan terindah yang ada di lehernya
Dan menghilangkan selendang terbaik dari bahunya
Penghargaan itu, setelah berlalu dan ada sekian lama
Telah luruh dengan tiba-tiba

Ikatan yang alasan dan penyebabnya telah pecah itu
Adalah pengikat terbaik di antara jiwa-jiwa
Ia telah menghimpun kebaikan pada mereka yang hadir dan mungkin juga
Dihimpunnya kebaikan itu pada rahasia mereka yang tidak ada

Diaturnya barisan dan langkah orang Islam ini
Dalam setiap kaki yang pergi dan pulang usai Jumat
Shalat pun menangis dan ini adalah tipudaya seorang penggesek biola

Kepada syariat, penentangan putusan hukum, dan sebuah tingkah biadab.
Fatwa yang dia berikan adalah olokan dusta dan apa yang dia katakan adalah kebatilan belaka

Dia datang ke negeri ini membawa kekufuran yang nyata
Mereka yang disahkan oleh pemahamannya
Telah dilahirkan hanya untuk memahami perang dan senjata saja

Jika mereka berbicara, mereka berbicara sebagai pertempuran yang membisu
Jika diseru, mereka mendengar dengan lembing yang tak sanggup bicara

Aku meminta maaf pada Akhlaq karena aku tidak berterima kasih
kepada seseorang yang dulu biasa aku bela
Mengapa aku melilitkan kesalahan padanya, walaupun sering
Kuserahkan segenap pujian terbaik baginya.

Dia adalah pilar penopang kerajaan dan benteng pembela negara
Dialah pahlawan perang teragung dan domba jantan dari arena pertarungan banteng dengan manusia

Akankah kukatakan pada seseorang yang membangkitkan komunitas ateis
Akankah kukatakan pada seseorang yang mengembalikan hak-hak anarkis

Kebenaran itu lebih sakral daripada teman penolongmu
Juga lebih berharga untuk dijunjung dan diperjuangkan daripada kamu

Karena itu pujilah manusia dan salahkan mereka demi kebenaran
Atau janganlah ikut berdiri memberi nasihat dan saran

Banyak manusia yang jika kamu berangkat untuk menghancurkan mereka
Mereka sangat besar bagai raksasa dengan bahu lebar yang kasar

Tapi jika kamu lemparkan kebenaran pada tubuh raksasa mereka
Dia akan meninggalkan arena dengan badan penuh luka

Tawarkan nasihat pada al-Ghazi yang semoga saja diterimanya
Sesungguhnya kuda pacuan akan kembali setelah tantangan
Harga diri menyiram sang presiden dengan anggurnya
Bagaimana mungkin ia jadi kecerdikanmu dengan seseorang yang kecanduan botol

Dia telah memindahkan undang-undang dan akidah
Sedang manusia seperti batalyon yang di bawa ke tengah lapang,

Sang Ibu telah meninggalkannya sebagai seorang hantu yang alim
Dia tidak bertanya lagi setelah penyembahan pada hantu itu dilakukan

Mereka memberinya kebebasan mengambil alih mereka laksana seorang kaisar
Hingga dia melakukan segala yang batil

Kepatuhan massa telah membuatnya terpesona dan sebuah negara
Mayoritas menemukan cinta kepuasan
Jika kamu mengambil kejayaan dari umat
Dia tidak akan diberi kecuali hanya pancaran khayal

Adakah seseorang yang ingin mengungkapkan sepatah kata pada kaum Muslim?
Tiada satu pun yang mengilhaminya kecuali ia menjadi nasihat
Masa Khilafah yang kutemui adalah yang pertama yang harus kupertahankan
Wewenangnya dengan setetes tinta ada dalam penjagaan
Dan ada dalam kecintaan pada Allah sehingga wewenang itu akan terus ada
Dalam kecintaan akan kebenaran itu sendiri dan akan perbaikan

Sesungguhnya aku adalah lampu dan tidak akan pernah hilang
Hingga aku seperti ngengat yang dihela pada lidah api
Ekspedisi Adham telah dinobatkan dengan kata-kataku
Penaklukan Anwar telah dijelaskan dalam bait-bait puisiku
Pedang mereka telah pergi dan lembing mereka pun telah berpisah
Dan penaku terbang meninggi yang tidak pernah akan berhenti

Jangan berikan gaun Nabi ini pada dia yang tidak cakap
Seorang tak berdaya, yang hanya bergantung pada anggur
Di masa lalu dia telah membuat kaum Muslim lemah karena luka
Dan hari ini, dia mengulurkan pada mereka tangan-tangan tukang bedah

Kamu akan mendengar di setiap penjuru negeri adanya seseorang yang menyeru
Pada sang pendusta Musailamah atau pada Sija’ah
Dan kamu akan saksikan pengadilan yang ada di setiap negeri
Di mana agama akan dijual dengan harga murah
Banyak fatwa diberikan karena emas Muiz dan pedangnya
Dan demi tingkah jiwa dan kedengkian yang berkelanjutan


naik tangga berikutnya

Selasa, 27 Oktober 2009

Umat Terpecah 73, Bagaimana Memahami dan Menyikapi

Sudah masyhur dikalangan kita tentang hadist iftiroqul ummah (terpecah belahnya umat Nabi Muhammad menjadi 73 golongan dan hanya satu yang masuk surga),seakan menjadi pembenar bagi kaum muslimin untuk berpecah belah padahal Allah telah berfirman “dan janganlah berpecah belah di dalamnya.” (QS. Asy Syura: 13) “ dan janganlah kalian berpecah belah." ( Q.S Ali Imran : 102 – 103 )
Dan juga menjadi pembenar bahwa untuk menyatakan bahwa golongannya yang paling sesuai dengan ahlu sunnah padahal Allah telah berfirman “Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yg menyekutukan Allah yaitu orang-orang yg memecah–belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan tiap-tiap golongan merasa bangga dgn apa yg ada pada golongan mereka.” {QS.Ar-Ruum 31-32}
Memahami hadist tersebut dengan pemahaman yang benar adalah sangat diperlukan bagi yang menginginkan persatuan umat supaya umat islam kembali memperoleh kemuliaannya. Begitu halnya menyikapi banyaknya pergerakan islam yang hadir ditengah tengah kehidupan kita, dengan penyikapan yang adil tanpa sikap takfiriyah atas pembenaran kelompok.

Lahirnya gerakan islam

Lahirnya sekian banyak pergerakan islam semenjak tahun 1356 H/1928 M merupakan fenomena yang menggembirakan umat islam, setelah mengalami ketertindasan penjajahan Inggris , Perancis, Italia, Rusia, dan Belanda, yang pada puncaknya yaitu keruntuhan KHILAFAH ISLAMIYAH. Hal ini menunjukkan adanya kesadaran ulang umat islam untuk kembali kepangkuan “Laailaha Illalloh” dengan mengambil satu-satunya hukum yang diridhloi Alloh Ta’ala.
Jama’ah jama’ah tersebut meski dengan fasilitas dan lokasi terbatas, cukup memberikan andil kebaikan kepada umat islam melalui aktifitas amar ma’ruf dan nahi munkarnya. Mayoritas jama’ah itu tumbuh jika tidak dikawasan Arab maka dikawasan India yang kemudian memberikan inspirasi kepada gerakan-gerakan islam dibelahan dunia yang lain. Di antaranya :
1. Ikhwanul Muslimin. Didirikan oleh Imam Hasan Al Banna pada tahun 1356 H/1928 M. pengikutnya tersebar diberbagai wilayah Arab dan sebagian negeri-negeri kaum muslimin.
2. Jama’ah Islamiyah di India oleh Abdul A’la Al Maududi. Gerakan ini berkembang pesat kali pertama di kampus-kampus Mesir.
3. Hizib Jihad juga di Mesir.
4. Jama’ah Anshoru Sunnah Muhammadiyah didirikan oleh Syekh Muhammad Al Faqi pada tahun 1354 H/ 1926 M di Kairo. Pengikutnya menamakan gerakannya dengan “Salafiyin”, tumbuh disebagian negeri-negeri Arab, Pakistan, India dan Bangladesh.
5. Jam’ah Tabligh didirikan di Siharnapur India. Didirikan oleh Syekh Muhammad Ilyas bin Syekh Muhammad Ismail Al Hanafi Al Kandahlawi sekitar tahun 1350 H. Berkembang di berbagai belahan dunia.
6. Hizb at Tahrir lahir di Urdun sekitar tahun 1377 H oleh Syekh Taqiyuddin An Nabhani.
7. Gerakan-gerakan thoriqot sufi banyak tumbuh di negeri-negeri kaum muslimin dengan dzikir, wirid dan perbaikan individu sebagai focus perhatiannya.
8. Sejumlah gerakan lainnya, seperti jam’ah Tawaquf Tabayyun dan Uzlah, jama’ah Al Quran wa Kafa, Jama’ah Syekh Thoha Assamawi, dan sebagainya.

Kondisi umat islam yang katakanlah beranjak membaik itu sayangnya mengalami distorsi dari dalam, akibat ulah oknum dari umat islam itu sendiri, disamping provokasi dari musuh-musuh islam. Pada akhirnya antar jama’ah itu mudah tersulut emosi, saling bertentangan bahkan ketingkat saling kufur mengkufurkan. Isu yang tak pernah mati oleh jaman yakni klaim atas siapakah jama’ah yang termasuk Al Firqoh An Najiyah (golongan yang selamat). Sebagai buah dari pemahaman terhadap hadist yang menyebutkan umat Nabi Muhammad terpecah menjadi 73 golongan yang kesemuanya masuk neraka, selain ahlu sunnah wal jama’ah. Masing-masing anggota jama’ah kenyataanya mengklaim bahwa jama’ahnyalah yang termasuk Al Firqoh An Najiyah itu, sementara selain dia seluruhnya dibilang finnar (ada didalam neraka).
Seyogyanya kenyataan ini tidak boleh terjadi pada jama’ah yang telah berniat ikhlas mujahadah fi sabilillah. Darimana kaum muslimin terangkat kemuliaannya kalau pasukan yang berada di garda depan saling cek-cok?

Umat Dakwah, Umat Ijabah

Seluruh genersi manusia yang lahir semenjak di utusnya Nabi Muhammad sampai menjelang tibanya hari kiamat, mereka merupakan umat Nabi Muhammad, hanya dari mereka itu sebagian disebut umat dakwah dan sebagian yang lain disebut umat ijabah. Umat dakwah yaitu umat yang tidak menerima iman, apakah itu yahudi, nasrani ataukah yang lainnya, karena itu mereka senantiasa dituntut unuk menerima dakwah islam. Adapun umat ijabah yakni umat yang menerima iman atau katakanlah umat yang menyambut positif dakwah untuk memasuki islam.

Hal ini ini diambil dari makna hadist.

“Demi Alloh yang diriku dalam kekuasaan-Nya. Siapapun dari umat ini yang mendengar tentang kerasulanku, dia Yahudi ataupun Nasrani, lalu dia mati dan tidak beriman kepada apa yang aku bawa, maka dia termasuk penghuni neraka” (H.R Muslim Ahmad)

Iftiroqul Ummah

Pembagian dua umat Nabi Muhammad diatas, kadang kita memandang persoalannya menjadi rancu jika dibandingkan dengan apa yang tersurat dari riwayat-riwayat iftiroqul ummah. Karena itulah riwayat-riwayat iftiroqul ummah semestinya diposisikan pada posisi yang sebenarnya agar tidak terjadi kerancuan.
Sekian banyak hadist tentang iftiroqul ummah diriwayatkan oleh Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Imam Ahmad, disini kita ambil sebuah hadist dari riwayat At Tirmidzi.

“Sungguh akan tiba pada umatku apa yang pernah tiba pada Bani Israil, mereka terpecah belah menjadi 72 millah. Umatku sendiri terpecah belah menjadi 73 millah, semuanya dineraka, kecuali satu millah. Yaitu millah yang aku menetapinya dan ditetapi oleh para sahabatku”

Selama ini dipahami dari berbagai riwayat iftiroqul ummah itu bahwa umat islam akan terbagi menjadi 73 golongan sebagaimana Yahudi terbagi menjadi 71 golongan dan Nasrani 72 golongan.
Sejumlah 73 golongan dari umat islam itu seluruhnya masuk neraka kecuali satu golongan, yaitu golongan yang memegang teguh apa yang ditetapi oleh Rosululloh dan para sahabatnya atau yang dikenal Ahlu sunnah wal jama’ah.
Dari sekian banyak riwayat itu yang perlu didefinisikan adalah ungkapan 70, firqoh, umatku, millah, dan ungkapan apa yang ditetapi oleh Rosululloh dan para sahabatnya, karena ungkapan-ungkapan itulah yang menjadi focus kerancuan

Membuka Tabir

Setiap kali disebut bilangan sab’in (tujuh puluhan), dalam bahasa Arab bukan berarti pembatasan (hashr) betul-betul tujuh puluh itu. Melainkan sekedar indikasi atas taksir (jumlah yang amat banyak). Umpamanya bisa disimak Q.S Taubat:80 dan Q.S Al Haqqoh:32, kalimat tujuh puluh dalam dua ayat tersebut bukan berarti Rosululloh hakikatnya membaca istighfar sebanyak 70 kali, bukan pula berarti orang masuk neraka dibelit dengan rantai sepanjang 70 hasta, melainkan menunjukkan hitungan yang jumlahnya banyak. Begitu pula kalimat tujuh puluh pada hadist cabangnya iman, istighfar setiap hari, jumlah riba, dan sebagainya. Karena kita ketahui cabangnya iman itu banyak sekali. Istighfarnya Rosululloh tidak terbatas, dan macamnya riba juga cukup banyak.
Dengan demikian, perpecahan sekian banyak golongan hanyalah sekedar petunjuk akan banyaknya perpecahan itu. Jika disebutkan perbedaan antara Yahudi (71 golongan), Nasrani (72 golongan) dan Umat Muhammad (73 golongan) maka ketahuilah bahwa periode tiga generasi tersebut berbeda-beda maka terjadilah kasus golongan tidak mengikuti peralihan kepada generasi berikutnya (tetap memilih kufur) sehingga peralihan dari generasi satu ke generasi selanjutnya ditambahkan satu golongan.
Kalimat umatku disana maksudnya adalah umat Nabi Muhammad secara keseluruhan semenjak beliau diutus sehingga hari kiamat tiba, tanpa diskriminasi apapun termasuk diskriminasi agama. Jadi, kalau disebut umatku terpecah belah menjadi 73 golongan maka perpecahan itu disamping umat islam juga mencakup umat selain islam. Adapun apa yang ditetapi olehku dan ditetapi para sahabatku maksudnya tiada lain adalah agama islam.
Dengan demikian, umat islam sampai dengan akhir jaman tetap utuh (satu), yaitu mereka yang memeluk apa yang telah dibawa Rosululloh dan ditetapi para sahabatnya atau dalam istilah lain mereka adalah umat ijabah. Merekalah Al Firqoh An Najiyah.
Sementara Al Firqoh Ad Dlolalah (golongan yang sesat) ialah umat selain islam atau umat dakwah. Mereka terpecah belah menjadi sekian banyak jumlahnya, dan seluruhnya kelak akan dimasukkan neraka.

Kaum Zanadiqoh

Zanadiqoh berasal dari bahasa zandaqoh, secara istilah digunakan untuk menyebut golongan yang tersesat, ragu-ragu dalam agama atau tidak mengakui keberadaan Alloh Ta’ala sebagai Tuhan. Aliran zanadiqoh ini sudah dikenal semenjak masa pra islam, misalnya ajaran yang terdapat dalam filsafat Zoroaster, mazdakiyah, dan manawiyah. Pada masa Daulah Abbasiyah aliran ini mengalami perkembangan yang pesat dengan tokohnya Ibnu Rowandi dan Basysyar bin Burdin.
Ketika pengikut zindiq mendakwahkan ingkar terhadap ketuhanan Alloh Ta’ala berarti dia telah menentang islam meski mengaku-aku sebagai muslim. Para penganjur aliran ini biasanya memeluk agama tertentu. Golongan inilah yang hak-haknya dikeluarkan dari lingkaran islam. Rosululloh bersabda:

Umatku akan terbagi menjadi lebih dari 70 golongan. Seluruhnya masuk surga kecuali satu golongan. (menurut para ulama, golongan ini adalah kaum zindiq)
. (H.R Ibnu Najjar Shahih mnurut Al Hakim)
Seiring dengan perkembangan jaman, aliran zindiq ini mengalami pengemasan yang sanga rapi sekali, misalnya dalam bentuk pelepasan islam dan ajaran-ajarannya dari urusan Negara dengan mengambil pemikiran syuyu’iyah, isytirokiyah, demokrotiyah, ro’sumaliyah, qaumiyah dam wathoniyah.. Pemikiran ini semuanya tidak berdasar pada apa yang telah diturunkan Alloh Ta’ala. Siapapun yang berpegang teguh kepadanya secara sadar ia termasuk penghuni neraka.
“Barang siapa mendakwahkan ajaran-ajaran jahiliyyah maka ia termasuk penghuni neraka Jahanam. Walaupun ia puasa dan sholat? Iya, walaupun ia puasa dan sholat. Karena itu dakwahkanlah hanya ajaran Alloh Ta’ala yang telah menyebutmu sebagai muslim, mukmin, dan hamba Alloh Ta’ala.” (H.R Nasa’i)

Jama’atul Muslimin

Dengan mengambil penjelasan diatas maka secara global Al Firqoh An Najiyah maksudnya tiada lain adalah jama’atul muslimin., yaitu orang-orang islam yang berada pada satu kesatuan jama’ah. Mereka berserah diri dihadapan islam dan tidak melakukan upaya yang menyebabkan mereka menjadi zindiq. Jama’atul Muslimin ini tidak cukup diwakili oleh jama’ah tertentu, golongan islam tertentu, organisasi islam tertentu, madzhab tertentu bahkan partai tertentu. Alloh berfiman :
“Sesungguhnya agama tauhid ini adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku” (Q.S Al Anbiya’:92)
Perbedaan dalam masalah fiqh tidaklah menjadi alasan untuk berpecah belah. Untuk itu marilah kita terus menerus mengarahkan umat ini untuk terus bersatu.
Wallohu a’lam.
Catatan: selebihnya artikel bisa dibaca pada majalah AL MU’TASHIM edisi 7 tahun III januari 1999.

naik tangga berikutnya

Senin, 19 Oktober 2009

do'a-do'a kami tidak di kabulkan

Adalah Ibrahim bin Adham rahimahullah (w.162 H), seorang ulama yang terkenal dengan kezuhudan dan ibadahnya, suatu hari ketika beliau sedang berjalan-jalan di pasar Bashrah, orang-orang mengerumuninya dan bertanya, "Wahai Abu Ishaq (panggilan Ibrahim bin Adham), sudah sejak lama kami memanjatkan do'a kepada Allah, tetapi mengapa do'a-do'a kami tidak di kabulkan?

Padahal Dia telah berfirman dalam kitab-Nya; "Berdo'alah kalian kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan do'a kalian." (QS.Ghoofir : 60).

Abu Ishaq menjawab, "Hal itu dikarenakan hati kalian telah mati dengan sepuluh perkara berikut :

Pertama : Kalian mengenal Allah tetapi tidak menunaikan hak-Nya.

Ke-dua : Kalian mengaku cinta Rasulullah SAW tetapi meninggalkan sunnahnya.

Ke-tiga : Kalian membaca al-Qur’an tetapi tidak mengamalkan isinya.

Ke-empat : Kalian memakan nikmat-nikmat Allah SWT tetapi tidak pernah pandai mensyukurinya.

Ke-lima : Kalian mengatakan bahwa syaithan itu adalah musuh, tetapi kalian justru mengikuti langkahnya.

Ke-enam : Kalian katakan bahwa surga itu adalah haq (benar adanya), tetapi kalian tidak melakukan amal-amal yang mengantar ke sana..

Ke-tujuh : Kalian katakan bahwa neraka itu adalah haq (benar adanya), tetapi kalian tidak lari dari panas siksanya.

Ke-delapan : Kalian katakan bahwa kematian itu adalah haq (benar adanya), tetapi kalian tidak mempersiapkan diri ke sana.

Ke-sembilan : Kalian sibuk mengurusi kekurangan orang lain, tetapi lupa akan kekurangan diri kalian sendiri.

Ke-sepuluh : Kalian menguburkan jenazah, akan tetapi tidak mau mengambil pelajaran dari peristiwa kematian."


(Hilyatu Al-Awliya wa Thabaqat Al-Ashfiya' / Al-Hafizh Abu Nu'aim Ahmad bin Abdillah Al-Ashbahani / Jilid 5 / Hlm 1352 / Penerbit Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, Beirut / 1989 M - 1409 H.)

naik tangga berikutnya

Sabtu, 12 September 2009

Ketegaran Ulama’ Menghadapi Penguasa

oleh : Hafidz Abdurrahman

Syaikh ‘Izzuddin ‘Abdussalam, terkenal dengan gelar Sulthan al-ulama’ (raja para ulama’), karena sikapnya. Imam as-Subki berkomentar tentang beliau, “Seorang ulama’ yang melakukan amar makruf dan mencegah kemunkaran pada zamannya.” Al-Kutaibi juga memberikan komentar, “Beliaulah ahli amar makruf dan nahi munkar. Beliau tidak pernah takut terhadap cacian siapapun orang yang mencacinya, semata karena Allah.” Ibn al-’Imad al-Hanbali berkomentar, “Selain dikenal zuhud, wara’ juga menegakkan kemakrufan dan mencegah kemunkaran.” Dari sinilah, Syaikh ‘Izzuddin mendapat gela sebagai Sulthan al-ulama’ (’Abdu al-’Aziz al-Badri, al-Islam Bain al-Ulama’ wa al-Hukkam, hal. 191).

Suatu ketika Syaikh ‘Izzuddin pernah ditanya oleh salah seorang muridnya, setelah beliau mengoreksi seorang penguasa, “Apakah Anda tidak takut kepadanya?” Maka, dengan lugas Syaikh ‘Izzuddin menjawabnya, “Demi Allah wahai anakku, aku sungguh telah menghadirkan keperkasaan Allah SWT (ke dalam kalbuku), maka penguasa itu di hadapanku, tak ubahnya seperti seekor kucing betina..” (Fauzi Sinnuqarth, at-Taqarrub Ila-Llah Thariq at-Taufiq, hal. 46).

Syaikh ‘Izzuddin hidup pada zaman penguasa Syam, Malik Shalih Ismail. Pada tahun 138 H, bekerjasama dengan kaum Salibis untuk memerangi saudaranya, Malik Shalih Najmuddin Ayyub. Dalam sebuah khutbahnya, Syaikh ‘Izzuddin menyatakan berlepas diri dari Malik Shalih Ismail. Akibatnya, beliau dicari dan hendak ditangkap. Pada saat seperti itu, para kolega beliau menyarankan untuk melarikan diri, tetapi beliau justru dengan tegas menyatakan, “Demi Allah, saya tidak akan lari.. Saya telah menyiapkan diri saya untuk menerima apa yang akan saya peroleh di jalan ini. Dan, Allah tidak akan pernah menyia-nyiakan amal orang-orang yang bersabar.” (’Abdu al-’Aziz al-Badri, al-Islam Bain al-Ulama’ wa al-Hukkam, hal. 194)

naik tangga berikutnya

Kamis, 06 Agustus 2009

Pernyataan Para Pemikir

oleh: putri wasiat

Robert Louis Stevenson menulis: “setiap orang mampu untuk melakukan pekerjaannya sepanjang hari dan sesulit apa pun pekerjaan itu, setiap orang mampu untuk hidup bahagia sepanjang hari hingga matahari tenggelam. Ini lah yang dimaksud dengan hidup.

Pemikir lainnya mengatakan,”Kehidupanmu itu hanya sehari saja. Kemarin telah pergi dan besok belum tentu datang”.

Stephen Leacock menulis:”Anak kecil mengatakan, ketika aku menjadi remaja nanti…, sedangkan yang remaja mengatakan,ketika nanti aku menjadi seorang dewasa nanti … Lalu apa yang akan terjadi setelah semua fase itu terlewati? Pikiran-pikiran yang pernah ada itu pun berubah. (pikiran-pikiran itu selalu mengikuti apa yang akan terjadi nanti). Misalnya, nanti ketika sudah pensiun, ketika sudah benar-benar tua ia melihat ke belakang, ia pun “diserang angin yang sangat dingin”. Dia telah kehilangan kehidupannya yang telah lewat tanpa merasakannya walau pun hanya sedetik.

Kita baru mau belajar, ketika kesempatan yang sudah ada itu telah lepas,bahwa kehidupan itu harus dirasakan setiap detik, setiap jam, dan setiap waktu.

Demikian pula orang yang selalu mengatakan, “Saya akan melakukan taubat”.

Seorang ulama salaf mengatakan, “Saya mengingatkanmu tentang perkataan “akan”, sebab kata itu sudah banyak mencegah terjadinya kebaikan dan menunda dilakukannya perbaikan”.

{Biarkan lah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka) }
(QS Al Hijr: 3)

Seorang filosof asal Perancis, Montaigne, mengatakan, “Hidupku penuh dengan derita yang buruk yang sama sekali tidak menunjukkan keramahan”.

Saya tegaskan meski memiliki tingkat kecerdasan yang lebih baik dan pengetahuan yang luas, mereka tidak tahu hikmah dibalik penciptaan mereka. Mereka tidak mengambil petunjuk Allah yang dibawa oleh utusan_Nya.

{Dan, barang siapa tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, tiada lah dia mempunyai cahaya}
(QS An Nur: 40)

Dante, seorang penyair asal Italia berkata,”Pikirkan lah bahwa hari ini tidak akan pernah muncul kembali”.

Tapi jauh lebih baik, lebih indah, dan lebih sempurna dari semua kutipan di atas adalah hadist Nabi SAW: “Shalat lah seperti shalatnya orang yang tidak akan pernah kembali lagi”.

Orang yang menanamkan keyakinan di dadanya bahwa hari kehidupannya saat ini adalah hari terakhirnya; maka dia akan memperbaharui taubatnya, akan melakukan amalan terbaik, akan lebih taat kepada Rabbnya, dan akan senantiasa mengikuti sunnah Rasulnya.

Kalidasa, seorang aktor drama India yang sangat terkenal itu menulis sebuah puisi yang indah:

Salam buat sang fajar
Lihat lah hari ini
Sebab ia adalah kehidupan, kehidupan dari kehidupan
Dalam sekejap dia telah melahirkan berbagai hakikat dari wujudmu
Nikmat pertumbuhan
Pekerjaan yang indah
Indahnya kemenangan
Karena hari kemarin tak lebih dari sebuah mimpi
Dan esok hari hanya lah bayangan
Namun hari ini ketika anda hidup sempurna
Telah membuat hari kemarin sebagai impian yang indah
Setiap hari esok adalah bayangan yang penuh harapan
Maka lihat lah hari ini
Ini lah salam untuk sang fajar..

naik tangga berikutnya

Senin, 03 Agustus 2009

KONTROL JARAK JAUH ALA K320i




Salah satu fitur yang ditawarkan oleh sony ericsson adalah control jarak jauh yang bisa berfungsi sebagai remote control pada desktop computer anda. Bila anda seorang pengemban dakwah fitur ini sangat membantu anda dalam penggunaan powerpoint, karena anda tidak memerlukan operator ketika menjalankan presentasi.





Anda hanya memerlukan Bluetooth sebagai conectifitas antara handphone anda dengan pc.
Dalam hal ini saya mencoba K320i dan blueSoleil untuk menjalankan desktop pc. Dan hasilnya lumayan bisa connect sejauh 10m. Untuk type hp yang laen belum tau apakah bisa berfungsi sebagai remote ataukah tidak, yang saya tau aplikasi control jarak jauh adalah bawaan dari sony ericsson.
Anda cukup mencolokkan Bluetooth ke USB kemudian install drivernya. Selesai silahkan hidupkan Bluetooth handphone anda dan conectkan ke pc. Buka aplikasi control jarak pada hanphone anda dan conectkan. Sekarang anda sudah bisa menngunakan hp anda sebagai mouse tanpa kabel.

naik tangga berikutnya

Senin, 13 Juli 2009

Khayalan Saja



sebuah ide hayal yang telah lama bercokol pada mayoritas pemikiran kaum muslim, yang merupakan hasil kemenangan perang pemikiran kaum kapitalis seharusnya segera dilenyapkan yakni sekulerisme. ide inilah yang merusak islam sebagai pandangan hidup dan aturan yang lengkap menjadi sekedar acara ritual dan seremonial semata. sehingga yang tampak bukanlah islam yang rahmatan lil 'alamin tetapi sekedar islam yang hidup diantara kekosongan konsep dan solusi problematika umat. apa itu sekulerisme dan bagaimana sejarah kemunculannya? berikut sedikit paparan tentang sekulerisme.
MENGAPA KITA MENOLAK SEKULARISME?
Oleh : M. Shiddiq al-Jawi
1. Pengertian Sekularisme
Sekularisme (secularism) secara etimologis menurut Larry E. Shiner berasal dari bahasa Latin saeculum yang aslinya berarti “zaman sekarang ini” (the present age). Kemudian dalam perspektif religius saeculum dapat mempunyai makna netral, yaitu “sepanjang waktu yang tak terukur” dan dapat pula mempunyai makna negatif yaitu “dunia ini”, yang dikuasai oleh setan.
Pada abad ke-19, tepatnya tahun 1864 M, George Jacob Holyoke menggunakan istilah sekularisme dalam arti filsafat praktis untuk manusia yang menafsirkan dan mengorganisir kehidupan tanpa bersumber dari supernatural.
Setelah itu, pengertian sekularisme secara terminologis mengacu kepada doktrin atau praktik yang menafikan peran agama dalam fungsi-fungsi negara. Dalam Webster Dictionary sekularisme didefinisikan sebagai:
“A system of doctrines and practices that rejects any form of religious faith and worship.”
(Sebuah sistem doktrin dan praktik yang menolak bentuk apa pun dari keimanan dan upacara ritual keagamaan)
Atau sebagai:
“The belief that religion and ecclesiastical affairs should not enter into the function of the state especially into public education.”
(Sebuah kepercayaan bahwa agama dan ajaran-ajaran gereja tidak boleh memasuki fungsi negara, khususnya dalam pendidikan publik).

Jadi, makna sekularisme, secara terminologis, adalah paham pemisahan agama dari kehidupan (fashlud din ‘an al hayah), yakni pemisahan agama dari segala aspek kehidupan, yang dengan sendirinya akan melahirkan pemisahan agama dari negara dan politik.
Secara sosio-historis, sekularisme lahir di Eropa, bukan di Dunia Islam, sebagai kompromi antara dua pemikiran ekstrem yang kontradiktif, yaitu:
Pertama, pemikiran tokoh-tokoh gereja dan raja di Eropa sepanjang Abad Pertengahan (abad V-XV M) yang mengharuskan segala urusan kehidupan tunduk menurut ketentuan agama (Katolik). Mulai dari urusan keluarga, ekonomi, politik, sosial, seni, hingga teologi dan ilmu pengetahuan, harus mengikuti kekuatan para gerejawan Katolik.
Kedua, pemikiran sebagian pemikir dan filsuf –misalnya Machiaveli (w.1527 M) dan Michael Mountaigne (w. 1592 M)-- yang mengingkari keberadaan Tuhan atau menolak hegemoni agama dan gereja Katolik.
Jalan tengah dari keduanya ialah, agama tetap diakui, tapi tidak boleh turut campur dalam pengaturan urusan masyarakat. Jadi, agama tetap diakui eksistensinya, tidak dinafikan, hanya saja perannya dibatasi pada urusan privat saja, yakni interaksi antara manusia dan Tuhannya (seperti aqidah, ibadah ritual, dan akhlak). Tapi agama tidak mengatur urusan publik, yakni interaksi antara manusia dengan manusia lainnya, seperti politik, ekonomi, sosial, dan sebagainya.
2. Sekularisme: Asas Ideologi Kapitalisme
Secara ideologis, sekularisme merupakan aqidah (ide dasar), yaitu pemikiran menyeluruh (fikrah kulliyah) mengenai alam semesta, manusia, dan kehidupan. Sekularisme juga merupakan qiyadah fikriyah bagi peradaban Barat, yaitu ide dasar yang menentukan arah dan pandangan hidup (worldview/weltanschauung) bagi manusia dalam hidupnya. Sekularisme juga merupakan qa’idah fikriyah, yakni sebagai basis pemikiran yang menjadi landasan bagi ide-ide cabangnya.
Dalam kedudukannya sebagai qa’idah fikriyah ini, sekularisme menempati posisinya sebagai basis bagi ideologi kapitalisme, sebab sekularisme adalah asas filosofis yang menjadi induk bagi lahirnya berbagai pemikiran dalam ideologi kapitalisme (peradaban Barat), seperti demokrasi (sebagai sistem pemerintahan), kapitalisme (sebagai sistem ekonomi), liberalisme, dan sebagainya.
Sebagai qaidah fikriyah, kemunculan demokrasi dan sistem ekonomi kapitalisme akan dapat dilacak kelahirannya dari sekularisme. Ketika agama sudah dipisahkan dari kehidupan, berarti agama dianggap tak punya otoritas lagi untuk mengatur kehidupan. Jika demikian, maka manusia itu sendirilah yang mengatur hidupnya, bukan agama. Dari sinilah lahir demokrasi, yang menjadikan manusia mempunyai wewenang untuk membuat aturan hidupnya sendiri. Dengan perkataan lain, demokrasi menjadikan rakyat sebagai source of power (sumber kekuasaan, baik legislatif, eksekutif, maupun yudikatif), sekaligus sebagai souce of legislation (sumber penetapan hukum).
Demokrasi ini, selanjutnya membutuhkan prasyarat kebebasan. Sebab tanpa kebebasan, rakyat tidak dapat mengekspresikan kehendaknya dengan sempurna, baik ketika rakyat berfungsi sebagai sumber kekuasaan, maupun sebagai pemilik kedaulatan. Kebebasan ini dapat terwujud dalam kebebasan beragama (hurriyah al-aqidah), kebebasan berpendapat (hurriyah al-ar`y), kebebasan berperilaku (al-hurriyah asy-syakhshiyyah), dan kebebasan kepemilikan (hurriyah at-tamalluk). Dari kebebasan kepemilikan inilah, pada gilirannya, lahir sistem ekonomi kapitalisme.

3. Kritik Atas Sekularisme
Umat Islam wajib menolak sekularisme, paling tidak karena 4 (empat) alasan berikut, yaitu:
Pertama, sekularisme adalah ide yang tidak memuaskan akal. Dengan kata lain, sekularisme tidak sejalan dengan akal (nalar) sehat manusia. tapi lebih didasarkan pada sikap jalan tengah.
Kedua, sekularisme tidak sesuai dengan fitrah manusia, karena sekulerisme menempatkan manusia pada posisi Tuhan yang Maha berkuasa untuk mengatur kehidupan manusia yang sedemikian kompleks. Padahal manusia adalah makhluk yang lemah untuk bisa mengatur kehidupan manusia.
Ketiga, sekularisme telah melahirkan berbagai ide yang gagal dalam praktik yang malah menimbulkan penderitaan pedih pada manusia, misalkan ide demokrasi dan ekonomi kapitalisme.
Keempat, sekularisme bertentangan dengan Islam.
Argumen pertama hingga ketiga, adalah berupa dalil-dalil yang rasional (dalil aqli). Sedang argumen keempat, adalah berupa dalil-dalil naqli (dalil syar’i).
3.1. Sekularisme Tidak Memuaskan Akal
Menurut Abdul Qadim Zallum dalam Al Hamlah al Amirikiyah li Al Qadha` ‘ala Al Islam (1996) sekularisme sebenarnya bukanlah hasil proses berpikir. Bahkan, tak dapat dikatakan sebagai pemikiran yang dihasilkan oleh logika sehat.
Aqidah pemisahan agama dari kehidupan tak lain hanyalah penyelesaian jalan tengah atau kompromistik, antara dua pemikiran yang kontradiktif. Kedua pemikiran ini, yang pertama adalah pemikiran yang diserukan oleh tokoh-tokoh gereja di Eropa sepanjang Abad Pertengahan (sekitar abad ke-5 s/d ke-15 M), misalnya Thomas Aquinas, St. Agustine, Tertullian, dan St. Jerome, untuk menundukkan segala urusan kehidupan menurut ketentuan agama Katolik. Sedangkan yang kedua, adalah ide sebagian pemikir dan filsuf yang mengingkari keberadaan Tuhan dan agama. Mereka itu misalnya Machiavelli (w. 1527 ) dan Michael Mountaigne (w. 1592). Contoh lainnya adalah ide Voltaire (w. 1778) yang menyatakan, “Orang liberal harus mengakui, bahwa tuhan telah mati (God is dead)”. Ludwig Feurbach (w. 1872) misalnya, menyatakan bahwa, “God is man, and man is God.” (Tuhan itu sebenarnya adalah manusia, dan manusia itu adalah Tuhan). Feurbach juga menyatakan, “Religion is the dream of human mind.” (Agama adalah impian dari pikiran manusia).
Walhasil, ide sekularisme merupakan jalan tengah di antara dua sisi ide ekstrem tadi, yakni ide yang mengharuskan ketundukan pada agama secara mutlak, dan ide yang menolak eksistensi agama juga secara mutlak. Penyelesaian jalan tengah, sebenarnya mungkin saja terwujud di antara dua pemikiran yang berbeda (tapi masih mempunyai asas yang sama). Namun penyelesaian seperti itu tak mungkin terwujud di antara dua pemikiran yang kontradiktif. Yang mustahil diselesaikan dengan jalan tengah. Jadi, sekularisme, bisa diumpamakan jalan tengah dari dua ide yang tidak mungkin dicari titik tengahnya. Misalkan, di satu sisi kita katakan, “Saat ini saya ada di ruang ini.” Sedang di sisi lain, “Saat ini saya tidak ada di ruang ini.” Mungkinkah ada jalan tengah di antara dua ide yang sangat bertolak belakang ini? Jika ada jalan tengahnya, jelas ide itu tidak masuk akal.
Jadi, jelaslah bahwa sekularisme adalah jalan tengah di antara pemikiran-pemikiran kontradiktif yang mustahil diselesaikan dengan jalan tengah. Maka dari itu, sekularisme adalah ide yang tidak memuaskan akal.
3.2. Sekularisme Tidak Sesuai Fitrah Manusia
Taqiyuddin An-Nabhani dalam Nizhamul Islam (2001) mengatakan bahwa sekularisme bertentangan dengan fitrah manusia, yang terwujud secara menonjol pada naluri beragama. Naluri beragama tampak dalam aktivitas pen-taqdis-an (pensucian); di samping juga tampak dalam pengaturan manusia terhadap aktivitas hidupnya. Jika pengaturan kehidupan diserahkan kepada manusia, akan tampak perbedaan dan pertentangan tatkala pengaturan itu berjalan. Hal ini menunjukkan tanda kelemahan manusia dalam mengatur aktivitasnya.
Sebagai contoh ketidakmampuan manusia ini, bisa kita saksikan sistem hukum di Indonesia yang melahirkan banyak pertentangan dan kontradiksi. Di Indonesia diterapkan 3 sistem hukum,yaitu hukum adat, hukum sipil (warisan Belanda), dan hukum Islam. Akibat beragamnya sistem hukum ini, timbul banyak problem, antara lain adanya kontradiksi hukum positif dengan Syariah Islam. Hukum pidana (KUHP) peninggalan penjajah, falsafah yang mendasarinya sangat bertolak belakang dengan syariah Islam. Misalnya dalam kejahatan kesusilaan, KUHP pasal 284 berbunyi: “Barangsiapa melakukan persetubuhan dengan laki-laki atau perempuan yang bukan suami atau istrinya, maka diancam dengan sanksi pidana.” Jadi perzinaan hanya terjadi jika kedua pelakunya sudah menikah (berstatus suami atau isteri). Maka, pasal ini tidak melarang hubungan seksual yang dilakukan secara suka sama suka oleh kedua orang yang belum menikah (fornication), tidak melarang hojoseksual, dan tidak melarang hubungan seksual dengan binatang (bestiality).
Kontradiksi ini lahir karena akal manusia dianggap hebat dan super sehingga berani menerapkan berbagai sistem hukum secara campur aduk, berasaskan sekularisme (menjauhkan agama dari kehidupan). Ini jelas bertentangan dengan fitrah manusia yang seharusnya mengakui kelemahannya, sehingga akhirnya mau berhukum kepada aturan dari Allah semata. Oleh karena itu, menjauhkan agama dari kehidupan jelas bertentangan dengan fitrah manusia. Dengan kata lain, menjauhkan peraturan Allah dan mengambil peraturan dari manusia adalah bertentangan dengan fitrah manusia. Maka dari itu, sekularisme telah gagal dilihat dari segi fitrah manusia.
3.3. Sekularisme Melahirkan Ide Gagal Dan Membahayakan Manusia
Sekularisme antara lain melahirkan ide demokrasi dan sistem ekonomi kapitalisme. Dalam praktiknya secara empiris, kedua ide ini telah gagal. Tidak membawa kepada kebahagiaan dan kebaikan untuk manusia, tetapi justru menjerumuskan umat manusia ke dalam jurang penderitaan yang sangat mengerikan dan memilukan. Mari kita lihat data-datanya.
A. Kegagalan Demokrasi
Demokrasi yang merupakan anak kandung sekularisme, sebenarnya lebih banyak menyajikan ilusi dan tragedi yang mengerikan daripada kemaslahatan dan kebaikan umat manusia. Di AS sendiri, demokrasi telah menemui kegagalannya yang tragis.
AS yang oleh Alexis de Tocqueiville sebagai “guru” demokrasi kini sangat jauh dari demokrasi. Harian AS USA Today (25/4/2003) lalu melaporkan, AS kini tak sepatutnya lagi mengklaim diri sebagai negara paling demokrastis. Mengapa? Karena berkaitan dengan invasi AS ke Irak, sejumlah kasus menunjukkan AS tidak demokratis justru di negaranya sendiri. Sebagai catatan, demo yang menentang invasi AS itu hingga 15 Pebruari 2003 setidaknya mencapai 15 juta orang di 600 kota di seluruh dunia. Tapi semua upaya yang konon demokratis itu menemui kegagalan justru karena sikap AS yang mengabaikan aspirasi dunia seraya tetap ngotot untuk menghancurkan Irak.
Yang lebih gila lagi, seperti dicatat Johan Galtung, intervensi AS ke Irak itu adalah yang ke-69 sejak 1945, dan yang ke-238 sejak Thomas Jefferson pada tahun 1804 mengawali perangnya terhadap kaum muslimin yang dulu disebut sebagai “perompak” dan kini disebut Libya. Sejak tahun 1945 itu tercatat 12 hingga 16 juta manusia terbunuh. Dan sejak tahun 1947, telah tewas sebanyak 6 juta jiwa karena ulah CIA.
Dan itu belum berakhir, sebab Wakil Presiden Dick Cheney mengumumkan, masih akan ada perang-perang lain yang menurut data BBC akan mencapai 60 negara. JINSA (Institut Yahudi untuk Urusan Keamanan Nasional) di Washington memiliki rencana perubahan rezim pemerintahan di 22 negara Arab.
Itulah wajah nyata dari demokrasi. Ide demokrasi yang muluk-muluk seperti egalitarian (kesetaraaan), keadilan, toleransi, dan sebagainya hanyalah utopia. Demokrasi telah gagal. Gagal.
B. Kegagalan Ekonomi Kapitalisme
Kapitalisme sebagai sistem ekonomi juga merupakan anak kandung sekularisme. Prinsip-prinsip yang diajarkannya seperti kebebasan individu, persaingan bebas, mekanisme pasar, dan sebagainya ternyata telah menghancurkan dunia. Kalaupun ada yang untung, itu hanya dinikmati oleh mereka yang kuat. Sedangkan mayoritas manusia yang lemah, harus rela menderita dalam kemiskinan, keterbelakangan, dan penderitaan akibat kapitalisme. Hal ini bisa dibuktikan, baik di AS maupun di belahan bumi lainnya. Berikut sekilas data-datanya :
-Kemiskinan dan Kesenjangan
Tren kemiskinan semakin memburuk akibat kapitalisme. Jumlah orang miskin yang hidupnya kurang dari 1 dollar sehari meningkat dari 1,197 milyar jiwa pada tahun 1987 menjadi 1,214 milyar jiwa pada tahun 1997 (20% dari penduduk dunia). Sementara 1,6 milyar jiwa (25%) penduduk dunia lainnya hidup antara 1-2 dolar perhari. (The United Nations Human Development Report, 1999).
Kesenjangan pendapatan antara 1/5 penduduk dunia di negara-negara kaya dengan 1/5 penduduk di negara-negara termiskin meningkat 2 kali lipat pada tahun 1960-1990 dari 30:1 menjadi 60:1. Pada 1998 meningkat menjadi 78:1. (The United Nations Human Development Report, 1999).
Perubahan teknologi dan liberalisasi keuangan mengakibatkan peningkatan jumlah rumah tangga tidak proposional pada tingkatan yang teramat kaya, tanpa distribusi bagi yang miskin… Dari 1988-1993, pendapatan 10% penduduk termiskin di dunia merosot lebih dari 1/4nya, sedangkan pendapatan 10% penduduk terkaya di dunia meningkat 8%. (Robert Wade, The London School of Economics, The Economist, 2001).
Dua puluh tahun lalu, perbandingan pendapatan rata-rata di 49 negara terbelakang dengan pendapatan negara-negara terkaya adalah 1:87. Saat ini menjadi 1:98. (Kevin Watkins, International Herald Tribune, 2001).
Total kekayaan orang-orang yang mempunyai aset minimal 1 juta dolar meningkat hampir 4 kali lipat pada 1986-2000 dari 7,2 trilyun dolar menjadi 27 trilyun dolar. Meskipun terjadi kemerosotan keuangan global dan bisnis dotcom saat ini, Merril Lynch memprediksikan bahwa kekayaan mereka meningkat 8% setiap tahunnya dan diperkirakan tahun 2005 mencapai 40 trilyun dolar. (Merril Lynch-Cap Gemini, 2001).
Sejak 1994-1998, nilai kekayaan bersih 200 orang terkaya di dunia bertambah dari 40 milyar dolar menjadi lebih dari 1 trilyun dolar. Aset 3 orang terkaya lebih besar dari gabungan GNP 48 negara terkebelakang. Jumlah milyuder meningkat 25% dua tahun terakhir menjadio 475 orang dengan nilai kekayaan lebih besar dari 50% penduduk termiskin dunia. (The United Nations Human Development Report, 1999).
Sebanyak 1/5 orang terkaya di dunia mengkonsumsi 86% semua barang dan jasa, sementara 1/5 orang termiskin di dunia hanya mengkonsumsi kurang dari 1% saja. (The United Nations Human Development Report, 1999).
-Kelaparan & Kekurangan Gizi
Di seluruh dunia kira-kira 50 ribu orang meninggal setiap hari akibat kurngnya kebutuhan tempat tinggal, air yang tercemar, dan sanitasi yang tidak memadai. (Shukor Rahman, Straits of Malaysia Times, 2001).
Kelaparan disebabkan oleh kenyataan bahwa pengembangan perdagangan dunia lebih dititikberatkan pada negara-negara Utara (negara-negara maju), sementara perluasan utang lebih diarahkan ke negara-negara Selatan (negara-negara berkembang). (Shukor Rahman, New Straits of Malaysia Times, 2001).
Peningkatan produksi pangan dalam 35 tahun terakhir telah melampaui laju pertumbuhan penduduk dunia sebesar 16%. Peningkatan tersebut belum pernah terjadi. (United Nations Food and Agriculture Organization, 1994).
Pada tahun 1997, 78% anak-anak di bawah usia 5 tahun yang kekurangan gizi di negara-negara sedang berkembang sebenarnya hidup di negara-negara yang mengalami surplus pangan. (United Nations Food and agriculture Organization, 1998).
Sementara 200 juta orang India kelaparan, pada tahun 1995 India mengekspor gandum dan tepung terigu dengan nilai $ 625 juta, beras 5 juta ton dengan nilai $ 1,3 milyar. (Institute for Food and Development Policy, Backgrounder, Spring 1998).
Dewasa ini 826 juta manusia menderita kekurangan pangan yang sangat kronis dan serius, kendati dunia sebenarnya mampu memberi makan 12 milyar manusia (2 kali lipat dari penduduk dunia) tanpa masalah sedikit pun. (Shukor Rahman, New Straits of Malaysia Times, 2001).
Pada tahun 1997, hampir 10 juta orang AS yang terdiri atas 6,1 juta orang dewasa dan 3,3 juta anak-anak benar-benar dililit kelaparan. Sementara itu, pada tahun 1998, 10,5 juta rumah tangga di AS atau 31 juta orang tidak bisa memperoleh makanan dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka. (US Departement of Agriculture, Food Insecurity Report, 1999).
Jumlah orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan gizinya diperkirakan bertambah besar hingga 3%, dari 1,1 milyar pada tahun 1998 menjadi 1,3 milyar orang pada tahun 2008. 2/3 penduduk Afrika Sub-Sahara dan 40% penduduk Asia akan mengalami kekurangan pangan pada tahun 2008. (US Departemen of Agriculture, Food Security Asessment, 1999).
Setiap hari 11 ribu anak mati kelaparan di seluruh dunia, sedangkan 200 juta anak menderita kekurangan gizi dan protein serta kalori. Lebih dari 800 juta menderita kelaparan di seluruh dunia dan 70% di antara mereka adalah wanita dan anak-anak. (Shukor Rahman, World Food Program, New Staits of Malaysia Times, 2001).
IMF membunuh umat manusia tidak dengan peluru ataupun rudal tetapi dengan wabah kelaparan. (Carlos Andres Perez, Mantan Presiden Venezuela, The Ecologist Report, Globalizing Poverty, 2000).
Itulah sekilas daya-data empiris tentang penderitaan umat manusia akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang lahir dari rahim sekularisme. Masihkah kita percaya pada kapitalisme? Pada sekularisme?
3.4.Sekularisme Bertentangan Dengan Islam
Kebatilan sekularisme di samping dapat dibuktikan secara dalil aqli, seperti diuraikan sebelumnya, juga dapat didasarkan pada dalil naqli, yaitu ditinjau dari segi-segi berikut:
A. Sekularisme Adalah Ide Kufur
Sekularisme adalah ide kufur yang tidak didasarkan pada apa yang diturunkan Allah. Segala sesuatu pemikiran tentang kehidupan yang tidak didasarkan pada apa yang diturunkan Allah adalah kufur dan thaghut yang harus diingkari dan dihancurkan. Allah SWT berfirman:
“Barangsiapa yang tidak memutuskan (perkara) menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (Qs. al-Maa'idah [5]: 44).
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah untuk mengingkari thaghut itu…” (Qs. an-Nisaa` [4]: 60).
B.Sekularisme Bertentangan Dengan Khilafah
Sekularisme jika diyakini dan diterapkan, akan dapat menghancurkan konsep Islam yang agung, yaitu Khilafah. Jadi sekularisme bertentangan dengan Khilafah. Sebab sekularisme melahirkan pemisahan agama dari politik dan negara. Ujungnya, agama hanya mengatur secuil aspek kehidupan, dan tidak mengatur segala aspek kehidupan. Padahal Islam mewajibkan penerapan Syariat Islam pada seluruh aspek kehidupan, seperti aspek pemerintahan, ekonomi, hubungan internasional, muamalah dalam negeri, dan peradilan. Tak ada pemisahan agama dari kehidupan dan negara dalam Islam. Karenanya wajarlah bila dalam Islam ada kewajiban mendirikan negara Khilafah Islamiyah. Sabda Rasulullah SAW:
“...dan barangsiapa mati sedangkan di lehernya tidak ada baiat (kepada Khalifah) maka dia mati dalam keadaan mati jahiliyah.” [HR. Muslim].
Dari dalil yang seperti inilah, para imam mewajibkan eksistensi Khilafah.
Abdurrahman Al Jaziri telah berkata:
“Para imam (Abu Hanifah, Malik, Asy Syafi’i, dan Ahmad) –rahimahumulah— telah sepakat bahwa Imamah (Khilafah) adalah fardhu, dan bahwa tidak boleh tidak kaum muslimin harus mempunyai seorang Imam (Khalifah)...”
Maka, sekularisme jelas bertentangan dengan Khilafah. Siapa saja yang menganut sekularisme, pasti akan bersemangat untuk menghancurkan Khilafah. Jika sekularisme ini dianut oleh orang Islam, maka berarti dia telah memakai cara pandang musuh yang akan menyesatkannya. Inilah bunuh diri ideologis paling mengerikan yang banyak menimpa umat Islam sekarang.
Padahal, Rasulullah SAW sebenarnya telah mewanti-wanti agar tidak terjadi pemisahan kekuasaan dari Islam, atau keruntuhan Khilafah itu sendiri. Sabda Rasulullah :
[alaa innal kitaab was sulthoona sayaftariqooni falaa tufaariqul kitaaba]
“Ingatlah! Sesungguhnya Al Kitab (al-Qur`an) dan kekuasaan akan berpisah. Maka (jika hal itu terjadi) janganlah kalian berpisah dengan al Qur`an!” [HR. Ath Thabrani].
Sabda Rasulullah SAW:
[latanqudhonna ‘urol islami ‘urwatan ‘urwatan fakullamaa intaqadhat ‘urwatun tasyabbatsan naasu billatii taliihaa fa-awwaluhunna naqdhon al hukmu wa aakhiruhunna ash sholaatu]
“Sungguh akan terurai simpul-simpul Islam satu demi satu. Maka setiap kali satu simpul terurai, orang-orang akan bergelantungan dengan simpul yang berikutnya (yang tersisa). Simpul yang pertama kali terurai adalah pemerintahan/kekuasaan. Sedang yang paling akhir adalah shalat.” [HR. Ahmad, Ibnu Hibban, dan Al Hakim].
C. Umat Islam Menyerupai Kaum Kafir (tasyabbuh bi al kuffar)
Sekularisme mungkin saja dapat diterima dengan mudah oleh seorang beragama Kristen, sebab agama Kristen memang bukan merupakan sebuah sistem kehidupan (system of life). Perjanjian Baru sendiri memisahkan kehidupan dalam dua kategori, yaitu kehidupan untuk Tuhan (agama), dan kehidupan untuk Kaisar (negara).
Disebutkan dalam Injil:
“"Berikanlah kepada Kaisar apa yang menjadi milik Kaisar, dan berikanlah kepada Tuhan apa yang menjadi milik Tuhan” (Matius 22 : 21).
Dengan demikian, seorang Kristen akan dapat menerima dengan penuh keikhlasan paham sekularisme tanpa hambatan apa pun, sebab hal itu memang sesuai dengan norma ajaran Kristen itu sendiri. Apalagi, orang Barat –khususnya orang Kristen-- juga mempunyai argumen rasional untuk mengutamakan pemerintahan sekular (secular regime) daripada pemerintahan berlandaskan agama (religious regime), sebab pengalaman mereka menerapkan religious regimes telah melahirkan berbagai berbagai dampak buruk, seperti kemandegan pemikiran dan ilmu pengetahuan, permusuhan terhadap para ilmuwan seperti Copernicus dan Galileo Galilei, dominasi absolut gereja Katolik (Paus) atas kekuasaan raja-raja Eropa, pengucilan anggota gereja yang dianggap sesat (excommunication), adanya surat pengampunan dosa (Afflatbriefen), dan lain-lain.
Namun bagi seorang muslim, sesungguhnya tak mungkin secara ideologis menerima sekularisme. Karena Islam memang tak mengenal pemisahan agama dari negara. Seorang muslim yang ikhlas menerima sekularisme, ibaratnya bagaikan menerima paham asing keyakinan orang kafir, seperti kehalalan daging babi atau kehalalan khamr. Maka dari itu, ketika Khilafah dihancurkan, dan kemudian umat Islam menerima penerapan sekularisme dalam kehidupannya, berarti mereka telah terjatuh dalam dosa besar karena telah menyerupai orang kafir (tasyabbuh bi al kuffar).
Sabda Rasulullah SAW:
[man tasyabbaha bi qawmin fahuwa minhum]

“Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia adalah bagian dari kaum tersebut.” [HR. Abu Dawud].
Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah mengatakan dalam syarahnya mengenai hadits ini:
“Hadits tersebut paling sedikit mengandung tuntutan keharaman menyerupai (tasyabbuh) kepada orang kafir, walaupun zhahir dari hadits tersebut menetapkan kufurnya bertasyabbuh dengan mereka...”
Dengan demikian, pada umat Islam menerapkan sekularisme dalam pemerintahannya, maka mereka berarti telah terjerumus dalam dosa karena telah menyerupai orang Kristen yang memisahkan urusan agama dari negara. (Nauzhu billah min dzalik!)

4. Kesimpulan
Dari seluruh uraian di atas, dapat disimpulkan, bahwa sekularime wajib ditolak oleh kaum muslimin, karena sekularisme tidak masuk akal, tidak sesuai fitrah manusia, melahirkan kemudharatan dalam praktiknya, serta bertentangan dengan Islam.
Sekularisme adalah ide kufur yang wajib dihancurkan oleh kaum muslimin. Sekulerisme adalah thaghut yang kita telah diperintahkan untuk mengingkari thaghut itu. Sekulerisme wajib dihapuskan dari muka bumi, dalam segala bentuk dan manifestasinya. [ ]

naik tangga berikutnya

Senin, 29 Juni 2009

APA ITU KHILAFAH




Khilafah menurut makna bahasa merupakan mashdar dari fi'il madhi khalafa, berarti : menggantikan atau menempati tempatnya (Munawwir, 1984:390). Makna khilafah menurut Ibrahim Anis (1972) adalah orang yang datang setelah orang lain lalu menggantikan tempatnya (jaa`a ba'dahu fa-shaara makaanahu) (Al-Mu'jam Al-Wasith, I/251).

Dalam kitab Mu'jam Maqayis Al-Lughah (II/210) dinyatakan, khilafah dikaitkan dengan penggantian karena orang yang kedua datang setelah orang yang pertama dan menggantikan kedudukannya. Menurut Imam Ath-Thabari, makna bahasa inilah yang menjadi alasan mengapa as-sulthan al-a'zham (penguasa besar umat Islam) disebut sebagai khalifah, karena dia menggantikan penguasa sebelumnya, lalu menggantikan posisinya (Tafsir Ath-Thabari, I/199).

Imam Al-Qalqasyandi mengatakan, menurut tradisi umum istilah khilafah kemudian digunakan untuk menyebut kepemimpinan agung (az-za'amah al-uzhma), yaitu kekuasaan umum atas seluruh umat, pelaksanaan urusan-urusan umat, dan pemikulan tugas-tugas mereka (Al-Qalqasyandi, Ma`atsir Al-Inafah fi Ma'alim Al-Khilafah, I/8-9).
PENGERTIAN SYAR'I

Dalam pengertian syariah, Khilafah digunakan untuk menyebut orang yang menggantikan Nabi SAW dalam kepemimpinan Negara Islam (ad-dawlah al-islamiyah) (Al-Baghdadi, 1995:20). Inilah pengertiannya pada masa awal Islam. Kemudian, dalam perkembangan selanjutnya, istilah Khilafah digunakan untuk menyebut Negara Islam itu sendiri (Al-Khalidi, 1980:226).

Pemahaman ini telah menjadi dasar pembahasan seluruh ulama fiqih siyasah ketika mereka berbicara tentang Khilafah atau Imamah. Dengan demikian, walaupun secara literal tak ada satu pun ayat Al-Qur`an yang menyebut kata ad-dawlah al-islamiyah (negara Islam), bukan berarti dalam Islam tidak ada konsep negara. Atau tidak mewajibkan adanya Negara Islam. Para ulama terdahulu telah membahas konsep negara Islam atau sistem pemerintahan Islam dengan istilah lain yang lebih spesifik, yaitu istilah Khilafah/Imamah atau istilah Darul Islam (Lihat Dr. Sulaiman Ath-Thamawi, As-Sulthat Ats-Tsalats, hal. 245; Dr. Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, IX/823).

Hanya saja, para ulama mempunyai sudut pandang yang berbeda-beda ketika memandang kedudukan Khilafah (manshib Al-Khilafah). Sebagian ulama memandang Khilafah sebagai penampakan politik (al-mazh-har as-siyasi), yakni sebagai institusi yang menjalankan urusan politik atau yang berkaitan dengan kekuasaan (as-sulthan) dan sistem pemerintahan (nizham al-hukm). Sementara sebagian lainnya memandang Khilafah sebagai penampakan agama (al-mazh-har ad-dini), yakni institusi yang menjalankan urusan agama. Maksudnya, menjalankan urusan di luar bidang kekuasaan atau sistem pemerintahan, misalnya pelaksanaan mu'amalah (seperti perdagangan), al-ahwal asy-syakhshiyyah (hukum keluarga, seperti nikah), dan ibadah-ibadah mahdhah. Ada pula yang berusaha menghimpun dua penampakan ini. Adanya perbedaan sudut pandang inilah yang menyebabkan mengapa para ulama tidak menyepakati satu definisi untuk Khilafah (Al-Khalidi, 1980:227).

Sebenarnya banyak sekali definisi Khilafah yang telah dirumuskan oleh oleh para ulama. Berikut ini akan disebutkan beberapa saja definisi Khilafah yang telah dihimpun oleh Al-Khalidi (1980), Ali Belhaj (1991), dan Al-Baghdadi (1995) :

Pertama, menurut Imam Al-Mawardi (w. 450 H/1058 M), Imamah ditetapkan bagi pengganti kenabian dalam penjagaan agama dan pengaturan urusan dunia (Al-Ahkam As-Sulthaniyah, hal. 3).

Kedua, menurut Imam Al-Juwayni (w. 478 H/1085 M), Imamah adalah kepemimpinan yang bersifat menyeluruh (riyasah taammah) sebagai kepemimpinan yang berkaitan dengan urusan khusus dan urusan umum dalam kepentingan-kepentingan agama dan dunia (Ghiyats Al-Umam, hal. 15).

Ketiga, menurut Imam Al-Baidhawi (w. 685 H/1286 M), Khilafah adalah pengganti bagi Rasulullah SAW oleh seseorang dari beberapa orang dalam penegakan hukum-hukum syariah, pemeliharaan hak milik umat, yang wajib diikuti oleh seluruh umat (Hasyiyah Syarah Al-Thawali', hal.225).

Keempat, menurut 'Adhuddin Al-Iji (w. 756 H/1355 M), Khilafah adalah kepemimpinan umum (riyasah 'ammah) dalam urusan-urusan dunia dan agama, dan lebih utama disebut sebagai pengganti dari Rasulullah dalam penegakan agama (I'adah Al-Khilafah, hal. 32).

Kelima, menurut At-Taftazani (w. 791 H/1389 M), Khilafah adalah kepemimpinan umum dalam urusan agama dan dunia, sebagai pengganti dari Nabi SAW dalam penegakan agama, pemeliharaan hak milik umat, yang wajib ditaati oleh seluruh umat (Lihat Al-Iji, Al-Mawaqif, III/603; Lihat juga Rasyid Ridha, Al-Khilafah, hal. 10).

Keenam, menurut Ibnu Khaldun (w. 808 H/1406 M), Khilafah adalah pengembanan seluruh [urusan umat] sesuai dengan kehendak pandangan syariah dalam kemaslahatan-kemaslahatan mereka baik ukhrawiyah, maupun duniawiyah yang kembali kepada kemaslahatan ukhrawiyah (Al-Muqaddimah, hal. 166 & 190).

Ketujuh, menurut Al-Qalqasyandi (w. 821 H/1418 M), Khilafah adalah kekuasaan umum (wilayah 'ammah) atas seluruh umat, pelaksanaan urusan-urusan umat, serta pemikulan tugas-tugasnya (Ma`atsir Al-Inafah fi Ma'alim Al-Khilafah, I/8).

Kedelapan, menurut Al-Kamal ibn Al-Humam (w. 861 H/1457 M), Khilafah adalah otoritas (istihqaq) pengaturan umum atas kaum muslimin (Al-Musamirah fi Syarh Al-Musayirah, hal. 141).

Kesembilan, menurut Imam Ar-Ramli (w. 1004 H/1596 M), khalifah adalah al-imam al-a'zham (imam besar), yang berkedudukan sebagai pengganti kenabian, dalam penjagaan agama dan pengaturan urusan dunia (Nihayatul Muhtaj ila Syarh Al-Minhaj, VII/289).

Kesepuluh, menurut Syah Waliyullah Ad-Dahlawi (w. 1176 H/1763 M), Khilafah adalah kepemimpinan umum (riyasah 'ammah) untuk menegakkan agama dengan menghidupkan ilmu-ilmu agama, menegakkan rukun-rukun Islam, melaksanakan jihad melaksanakan peradilan (qadha`), menegakkan hudud sebagai pengganti (niyabah) dari Nabi SAW (dikutip oleh Shadiq Hasan Khan dalam Iklil Al-Karamah fi Tibyan Maqashid Al-Imamah, hal. 23).

Kesebelas, menurut Syaikh Al-Bajuri (w. 1177 H/1764 M), Khilafah adalah pengganti (niyabah) dari Nabi SAW dalam umumnya kemaslahatan-kemaslahatan kaum muslimin (Tuhfah Al-Murid 'Ala Jauhar At-Tauhid, II/45).

Keduabelas, menurut Muhammad Bakhit Al-Muthi'i (w. 1354 H/1935 M), seorang Syaikh Al-Azhar, Imamah adalah kepemimpinan umum dalam urusan-urusan dunia dan agama (I'adah Al-Khilafah, hal. 33).

Ketigabelas, menurut Mustafa Shabri (w. 1373 H/1953 M), seorang Syaikhul Islam pada masa Daulah Utsmaniyah, Khilafah adalah pengganti dari Nabi SAW dalam pelaksanaan apa yang dibawa Nabi SAW berupa hukum-hukum syariah Islam (Mawqif Al-Aql wa Al-'Ilm wa Al-'Alim, IV/363).

Keempatbelas, menurut Dr. Hasan Ibrahim Hasan, Khilafah adalah kepemimpinan umum dalam urusan-urusan agama dan dunia sebagai pengganti dari Nabi SAW (Tarikh Al-Islam, I/350).

ANALISIS DEFINISI

Dari keempatbelas definisi yang telah disebutkan di atas, dapat dilihat sebetulnya ada 3 (tiga) kategori definisi, yaitu :

Pertama, definisi yang lebih menekankan pada penampakan agama (al-mazh-har ad-dini). Jadi, Khilafah lebih dipahami sebagai manifestasi ajaran Islam dalam pelaksanaan urusan agama. Misalnya definisi Al-Iji. Meskipun Al-Iji menyatakan bahwa Khilafah mengatur urusan-urusan dunia dan urusan agama, namun pada akhir kalimat, beliau menyatakan,Khilafah lebih utama disebut sebagai pengganti dari Rasulullah dalam penegakan agama.

Kedua, definisi yang lebih menekankan pada penampakan politik (al-mazh-har as-siyasi). Di sini Khilafah lebih dipahami sebagai manifestasi ajaran Islam berupa pelaksanaan urusan politik atau sistem pemerintahan, yang umumnya diungkapkan ulama dengan terminologi urusan dunia (umuur ad-dunya). Misalnya definisi Al-Qalqasyandi. Beliau hanya menyinggung Khilafah sebagai kekuasaan umum (wilayah 'ammah) atas seluruh umat, tanpa mengkaitkannya dengan fungsi Khilafah untuk mengatur urusan agama.

Ketiga, definisi yang berusaha menggabungkan penampakan agama (al-mazh-har ad-dini) dan penampakan politik (al-mazh-har as-siyasi). Misalnya definisi Khilafah menurut Imam Al-Mawardi yang disebutnya sebagai pengganti kenabian dalam penjagaan agama dan pengaturan urusan dunia.

Dengan menelaah seluruh definisi tersebut secara mendalam, akan kita dapati bahwa secara global berbagai definisi tersebut lebih berupa deskripsi realitas Khilafah dalam dataran empirik (praktik) misalnya adanya dikotomi wilayah urusan dunia dan urusan agama daripada sebuah definisi yang bersifat syar'i, yang diturunkan dari nash-nash syar'i. Selain itu, definisi-definisi tersebut kurang mencakup (ghayru jaami'ah). Sebab definisi Khilafah seharusnya menggunakan redaksi yang tepat yang bisa mencakup hakikat Khilafah dan keseluruhan fungsi Khilafah, bukan dengan redaksi yang lebih bersifat deskriptif dan lebih memberikan contoh-contoh, yang sesungguhnya malah menyempitkan definisi. Misalnya ungkapan bahwa Khilafah bertugas menghidupkan ilmu-ilmu agama, menegakkan rukun-rukun Islam, melaksanakan jihad, melaksanakan peradilan (qadha`), menegakkan hudud, dan seterusnya. Bukankah definisi ini menjadi terlalu rinci yang malah dapat menyulitkan kita menangkap hakikat Khilafah? Juga bukan dengan redaksi yang terlalu umum yang cakupannya justru sangat luas. Misalnya ungkapan bahwa Khilafah mengatur umumnya kemaslahatan-kemaslahatan kaum muslimin. Atau bahwa Khilafah mengatur kemaslahatan-kemaslahatan duniawiyah dan ukhrawiyah. Bukankah ini ungkapan yang sangat luas jangkauannya?

Sesungguhnya, untuk menetapkan sebuah definisi, sepatutnya kita perlu memahami lebih dahulu, apakah ia definisi syar'i (at-ta'rif asy-syar'i) atau definisi non-syar'i (at-ta'rif ghayr asy-syar'i) (Zallum, 1985:51). Definisi syar'i merupakan definisi yang digunakan dalam nash-nash Al-Qur`an dan As-Sunnah, semisal definisi sholat dan zakat. Sedang definisi non-syar'i merupakan definisi yang tidak digunakan dalam nash-nash Al-Qur`an dan As-Sunnah, tetapi digunakan dalam disiplin ilmu tertentu atau kalangan ilmuwan tertentu, semisal definisi isim, fi'il, dan harf (dalam ilmu Nahwu-Sharaf). Contoh lainnya misalkan definisi akal, masyarakat, kebangkitan, ideologi (mabda`), dustur (UUD), qanun (UU), hadharah (peradaban), madaniyah (benda sarana kehidupan), dan sebagainya

Jika definisinya berupa definisi non-syar'i, maka dasar perumusannya bertolak dari realitas (al-waqi'), bukan dari nash-nash syara. Baik ia realitas empirik yang dapat diindera atau realitas berupa kosep-konsep yang dapat dijangkau faktanya dalam benak. Sedang jika definisinya berupa definisi syar'i, maka dasar perumusannya wajib bertolak dari nash-nash syara' Al-Qur`an dan As-Sunnah, bukan dari realitas. Mengapa? Sebab, menurut Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani, definisi syar'i sesungguhnya adalah hukum syar'i, yang wajib diistimbath dari nash-nash syar'i (Ay-Syakhshiyyah Al-Islamiyah, III/438-442; Al-Ma'lumat li Asy-Syabab, hal. 1-3). Jadi, perumusan definisi syar'i, misalnya definisi sholat, zakat, haji, jihad, dan semisalnya, wajib merujuk pada nash-nash syar'i yang berkaitan dengannya.

Apakah definisi Khilafah (atau Imamah) merupakan definisi syar'i? Jawabannya, ya. Sebab nash-nash syar'i, khususnya hadits-hadits Nabi SAW, telah menggunakan lafazh-lafazh khalifah dan imam yang masih satu akar kata dengan kata Khilafah/Imamah. Misalnya hadits Nabi, Jika dibaiat dua orang khalifah, maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya. (Shahih Muslim, no. 1853). Imam Al-Bukhari dalam Shahihnya telah mengumpulkan hadits-hadits tentang Khilafah dalam Kitab Al-Ahkam. Sedang Imam Muslim dalam Shahihnya telah mengumpulkannya dalam Kitab Al-Imarah (Ali Belhaj, 1991:15). Jelaslah, bahwa untuk mendefinisikan Khilafah, wajiblah kita memperhatikan berbagai nash-nash ini yang berkaitan dengan Khilafah.

Dengan menelaah nash-nash hadits tersebut, dan tentunya nash-nash Al-Qur`an, akan kita jumpai bahwa definisi Khilafah dapat dicari rujukannya pada 2 (dua) kelompok nash, yaitu :

Kelompok Pertama, nash-nash yang menerangkan hakikat Khilafah sebagai sebuah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin di dunia.

Kelompok Kedua, nash-nash yang menjelaskan tugas-tugas khalifah, yaitu : (1) tugas menerapkan seluruh hukum-hukum syariah Islam, (2) tugas mengemban dakwah Islam di luar tapal batas negara ke seluruh bangsa dan umat dengan jalan jihad fi sabilillah

Nash kelompok pertama, misalnya nash hadits,Maka Imam yang [memimpin] atas manusia adalah [bagaikan} seorang penggembala dan dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya (rakyatnya). (Shahih Muslim, XII/213; Sunan Abu Dawud, no. 2928, III/342-343; Sunan At-Tirmidzi, no. 1705, IV/308). Ini menunjukkan bahwa Khilafah adalah sebuah kepemimpinan (ri`asah/qiyadah/imarah). Adapun yang menunjukkan bahwa Khilafah bersifat umum untuk seluruh kaum muslimin di dunia, misalnya hadits Nabi yang mengharamkan adanya lebih dari satu khalifah bagi kaum muslimin seperti telah disebut sebelumnya (Shahih Muslim no. 1853). Ini berarti, seluruh kaum muslimin di dunia hanya boleh dipimpin seorang khalifah saja, tak boleh lebih. Dan kesatuan Khilafah untuk seluruh kaum muslimin di dunia sesungguhnya telah disepakati oleh empat imam madzhab, yakni Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Asy-Syafi'i, dan Imam Ahmad, rahimahumullah (Lihat Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh 'Ala Al-Madzahib Al-Arba'ah, V/308; Muhammad ibn Abdurrahman Ad-Dimasyqi, Rahmatul Ummah fi Ikhtilaf Al-A`immah, hal. 208).

Nash kelompok kedua, adalah nash-nash yang menjelaskan tugas-tugas khalifah, yang secara lebih rinci terdiri dari dua tugas berikut :

Pertama, tugas khalifah menerapkan seluruh hukum syariah Islam atas seluruh rakyat. Hal ini nampak dalam berbagai nash yang menjelaskan tugas khalifah untuk mengatur muamalat dan urusan harta benda antara individu muslim (QS Al-Baqarah:188, QS An-Nisaa`:58), mengumpulkan dan membagikan zakat (QS At-Taubah:103), menegakkan hudud (QS Al-Baqarah:179), menjaga akhlaq (QS Al-Isra`:32), menjamin masyarakat dapat menegakkan syiar-syiar Islam dan menjalankan berbagai ibadat (QS Al-Hajj:32), dan seterusnya.

Kedua, tugas khalifah mengemban dakwah Islamiyah ke seluruh dunia dengan jihad fi sabilillah. Hal ini nampak dalam banyak nash yang menjelaskan tugas khalifah untuk mempersiapkan pasukan perang untuk berjihad (QS Al-Baqarah:216), menjaga tapal batas negara (QS Al-Anfaal:60), memantapkan hubungan dengan berbagai negara menurut asas yang dituntut oleh politik luar negeri, misalnya mengadakan berbagai perjanjian perdagangan, perjanjian gencatan senjata, perjanjian bertetangga baik, dan semisalnya (QS Al-Anfaal:61; QS Muhammad:35).

Berdasarkan dua kelompok nash inilah, dapat dirumuskan definisi Khilafah secara lebih mendalam dan lebih tepat. Jadi, Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi kaum muslimin seluruhnya di dunia, untuk menegakkan hukum-hukum syariah Islam dan mengemban dakwah Islamiyah ke seluruh dunia. Definisi inilah yang telah dirumuskan oleh Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani (w. 1398 H/1977 M) dalam kitab-kitabnya, misalnya kitab Al-Khilafah (hal. 1), kitab Muqaddimah Ad-Dustur (bab Khilafah) hal. 128, dan kitab Asy-Syakshiyyah Al-Islamiyah, Juz II hal. 9. Menurut beliau juga, istilah Khilafah dan Imamah dalam hadits-hadits shahih maknanya sama saja menurut pengertian syar'i (al-madlul asy-syar'i).

Definisi inilah yang beliau tawarkan kepada seluruh kaum muslimin di dunia, agar mereka sudi kiranya untuk mengambilnya dan kemudian memperjuangkannya supaya menjadi realitas di muka bumi, menggantikan sistem kehidupan sekuler yang kufur saat ini. Pada saat itulah, orang-orang beriman akan merasa gembira dengan datangnya pertolongan Allah. Dan yang demikian itu, sungguh, tidaklah sulit bagi Allah Azza wa Jalla.[Khilafah1924 Online]

DAFTAR PUSTAKA

Ad-Dimasyqi, Muhammad ibn Abdurrahman (Qadhi Shafd). 1996. Rahmatul Ummah fi Ikhtilaf Al-A`immah. Cetakan I. (Beirut : Darul Fikr).

Al-Baghdadi, Abdurrahman. 1995. Mafhum Al-Khalifah wa Al-Khilafah fi Al-Hadharah Al-Islamiyah. Majalah Al-Khilafah Al-Islamiyah. No 1 Th I. Sya'ban 1415 H/Januari 1995 M. (Jakarta : Al-Markaz Al-Istitiratiji li Al-Buhuts Al-Islamiyah).

Al-Jaziri, Abdurrahman. 1999. Al-Fiqh 'Ala Al-Madzahib Al-Arba'ah. Juz V. Cetakan I. (Beirut : Darul Fikr).

Al-Khalidi, Mahmud Abdul Majid. 1980. Qawaid Nizham Al-Hukm fi Al-Islam. (Kuwait : Darul Buhuts Al-'Ilmiyah).

Anis, Ibrahim et.al. 1972. Al-Mu�jam Al-Wasith. (Kairo : Darul Ma'arif).

An-Nabhani, Taqiyuddin. 1953. Ay-Syakhshiyyah Al-Islamiyah. Juz III (Ushul Al-Fiqh). (Al-Quds : Min Mansyurat Hizb Al-Tahrir).

----------.1953. Ay-Syakhshiyyah Al-Islamiyah. Juz II. (Al-Quds : Min Mansyurat Hizb Al-Tahrir).

----------. 1963. Al-Ma'lumat li Asy-Syabab. (t.tp. : t.p.).

----------. 1963. Muqaddimah Ad-Dustur. (t.tp. : t.p.).

Ath-Thamawi, Sulaiman. 1967. As-Sulthat Ats-Tsalats fi Ad-Dasatir Al-Arabiyah al-Mu'ashirah wa fi Al-Fikr As-Siyasi Al-Islami. (Kairo : Darul Fikr Al-'rabi).

Az-Zuhaili, Wahbah. 1996. Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu. Juz IX (Al-Mustadrak). Cetakan I. (Damaskus/Beirut : Darul Fikr).

Belhaj, Ali. 1991. Tanbih Al-Ghafilin wa I'lam Al-Ha`irin bi Anna I'adah Al-Khilafah min A'zham Wajibat Hadza Ad-Din. (Beirut : Darul 'Uqab).

Munawwir, Ahmad Warson. 1984. Kamus Al-Munawwir. Cet. Ke-1. (Yogyakarta : PP. Al-Munawwir Krapyak).

Zallum, Abdul Qadim. 1985. Hizb Al-Tahrir. (t.tp. : t.p.).

Last Updated ( Thursday, 22 December 2005 )

naik tangga berikutnya

Rabu, 24 Juni 2009

PERANAN DUA GOLONGAN MANUSIA

Baik buruknya moral masyarakat banyak ditentukan oleh moral para pemimpinnya, yaitu para ulama dan penguasa. Rasulullah saw. bersabda:
ِصنْفَانِ مِنَ النَّاسِ إِذاَ صَلُحَا صَلُحَا النَّاسُ وَ إِذَا فَسَدَا فَسََدَ النَّاسُ: اَلْعُلَمَاءُ وَ الْعُمَرَاءُ
“Dua macam golongan manusia yang apabila keduanya baik, maka akan baiklah masyarakat. Tetapi bila keduanya rusak, maka akan rusaklah manusia itu. Kedua golongan manusia tersebut yaitu ulama dan penguasa” (HR. Abu Naim).

Manusia juga ada dua kelompok. Kelompok pertama, kelompok yang mengikuti jejak ulama, patuh kepada ajaran-ajaran yang dibawakannya, serta merasa terikat dengan hukum dan peraturan Islam. Mereka bekerja membantu ulama dalam memerangi musuh-musuh Islam, memberantas segala kemaksiatan, demi tercapaianya kebaikan dan kemakmuran bersama. Kelompok kedua, adalah kelompok orang yang tunduk di bawah perintah para penguasa, takut untuk melakukan sesuatu yang tidak diperintahkan, sekalipunn itu hak. Mereka selalu mencari perlindungan penguasa dan menyuruh manusia untuk mematuhi peraturan yang berlaku.
Di antara ulama ada yang patut diteladani, karena hatinya baik, sopan santun dan berakhlak luhur, cinta keadilan dan benci kezaliman, berlaku jujur dan benar sekalipun atas dirinya sendiri. Segala permasalahan yang ditimbulkan oleh penguasa zalim selalu dihadapinya dengan hati penuh iman, dengan keyakinan yang didasarkan alasan-alasan syariat yang kuat dan mantap. Bila melihat penguasa yang angkuh dan melanggar batas-batas kemanusiaan, ulama itu memberinya nasihat agar dia kembali ke jalan yang benar.
Ada pula penguasa yang adil, bertakwa kepada Allah, imannya kuat dan teguh. Dia menghabiskan waktunya siang dan malam untuk berkhidmat kepada rakyat dengan memperhatikan segala keluhan dan kebutuhan mereka. Penguasa yang selalu tegak membela Islam, sangat marah apabila kehormatan Islam diinjak-injak dan sedih bila syiar-syiar Islam dinodai. Dia merasa senang bila keadilan ditegakkan, dan sangat tersinggung bila terrjadi suatu penganiayaan (kezaliman). Semua itu karena dia merasa memikul tanggung jawab terhadap rakyatnya. Dia selalu ingat kepada sabda Rasulullah yang berbunyi:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَ كُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِِ فَاْلإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Setiap kalian adalah penggembala dan semua akan ditanya tentang penggembalaannya, dan seorang Imam (kepala negara) dia akan ditanya tentang gembalaannya” (HR. Al Bukhari).

Bagi penguasa seperti ini, orang tua di antara umat Islam dianggap sebagai orang tuanya, yang muda dianggap sebagai saudaranya, dan yang kecil dianggapnya sebagai anaknya. Dengan demikian maka hakikat pembangunan dalam semua lapangan baik fisik maupun mental, dapat dirasakan manfaatnya oleh semua anggota masyarakat.

Tetapi tidak jarang terjadi kedua golongan manusia ini, yakni ulama dan penguasa, kondisinya bertolak belakang dengan sifat-sifat yang telah disebutkan di atas. Para ulama hanya pasif, berdiam diri dan menutup mata atas segala apa yang diperbuat oleh penguasa yang zalim. Sedangkan para penguasa cenderung untuk berbuat berbuat fasik, bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat, dan mengikuti hawa nafsunya.

Menurut pemikiran sebagian ulama, kemungkaran yang sudah demikian hebatnya sudah sulit untuk dicegah. Nasihat dan teguran sudah tidak ada harganya lagi. Oleh karena itu, sikap diam adalah satu-satunya jalan untuk mencari selamat. Padahal akibat dari sikap diam itu justru menjadikan dekadensi moral alias kemerosotan akhlak masyarakat semakin bertambah luas. Masyarakat semakin tuli terhadap nasihat, buta terhadap kebenaran, dan hatinya semakin terkunci untuk menerima keadilan. Para ulama semakin tidak berdaya menahan lajunya pergaulan bebas yang merangsang manusia untuk lebih berani berbuat kezaliman, kerusakan dan kemungkaran. Tentu saja sikap berdiam diri itu tidak dibenarkan karena para ulama itu adalah penerus amanat risalah Nabi Muhammad saw. Seolah mereka lupa akan firman Allah SWT yang berbunyi:
وَإِذْ قَالَتْ أُمَّةٌ مِنْهُمْ لِمَ تَعِظُونَ قَوْمًا اللَّهُ مُهْلِكُهُمْ أَوْ مُعَذِّبُهُمْ عَذَابًا شَدِيدًا قَالُوا مَعْذِرَةً إِلَى رَبِّكُمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata: "Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?" Mereka menjawab: "Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa". (QS. Al A’raf 164).

Justru ayat tersebut menjelaskan sikap para ulama sekaligus misi mulia mereka yakni menjadikan masyarakat bertaqwa.
Memang dewasa ini, akibat modernisasi yang tidak berlandaskan Islam, kubu kezaliman dalam segala corak dan bentuknya telah mendominasi negeri-negeri kaum muslimin. Sehingga kerusakan moral melanda seluruh segi-segi kehidupan manusia, kemungkaran dilakukan secara terang-terangan bahkan orang merasa bangga melakukan perbuatan yang terkutuk. Para ulama merasa kewalahan menghadapi situasi yang serba sulit ini, sehingga mereka mengambil sikap sendiri-sendiri. Ada yang tinggal diam melepaskan tanggung jawabnya sebagai ulama, merasa cukup dengan hanya melaksanakan ibadah formal, namun apa yang terjadi di massyarakat tidak dihiraukannya. Ada juga para ulama yang menjadi penyambung lidah para penguasa, mendukung dan membenarkan segala tindakan mereka. Ulama yang lain ada yang hanya pandai berceramah tetapi terbatas pada hal-hal yang berkaitan dengan ibadah formal seperti sholat, zakat dan sebagainya. Namun tidak berani menyinggung situasi yang sedang terjadi sebagai akibat dari kebijakan dan langkah penguasa yang zalim. Bahkan ada yang lebih parah lagi, sebagian ulama ada yang menganut paham sosialis atau kapitalis ala Barat dan mendukungnya dengan mencari-cari dalil dari ajaran Islam yang dipaksa-paksakan, seolah-olah paham tersebut tidak bertentangan dengan hukum Islam.
Sikap dan tindakan para ulama tersebut tidak bisa dibenarkan. Sebagai pewaris dan pelanjut risalah dakwah Nabi Muhammad, seharusnya mereka melaksanakan amar makruf nahi mungkar dengan tetap bertawakal kepada Allah. Kondisi ini perlu kita cermati mengingat Rasulullah saw. bersabda:
سَيَكُوْنُ أُمَرَاءُ فَسَقَةٌ جَوَرَةٌ فَمَنْ صَدَّقَهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَاَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَلَيْسَ مِنِّيْ وَلَسْتُ مِنْهُ وَلَنْ يَرِدَ عَلَى الْحَوْضِ
“Akan datang penguasa-penguasa yang fasik dan jahat. Siapa saja yang percaya dengan kebohongannya dan membantu kezalimannya, maka dia bukan dari golonganku dan aku bukan dari golongannya, dan dia tidak akan masuk ke telagaku di surga”. (HR. Tirmidzi).

Amirul Mukminin Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a. pernah berkata: “Rasanya tulang-tulang punggungku hancur karena dua orang, yang satu orang alim bermuka tebal, dan yang satu lagi seorang jahil yang berpura-pura menjadi ahli ibadah. Yang pertama menipu manusia dengan ilmunya, dan yang kedua menipu manusia dengan ibadahnya”.
Imam Al Ghazali dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin mengatakan: “Ulama itu ada tiga macam.
(1) Ulama yang membinasakan dirinya dan orang lain dengan mengejar-ngejar kesenangan dunia.
(2) Ulama yang menyelamatkan dirinya dan orang lain dengan menyeru manusia untuk berbakti kepada Allah SWT secara lahir dan batin.
(3) Dan ulama yang membinasakan dirinya tetapi menyelamatkan orang lain. Pada lahirnya dia memanggil manusia untuk mengerjakan kebaikan, tetapi secara diam-diam dia sendiri hanya mengejar-ngejar harta untuk mencari kekayaan dan kedudukan dunia. Maka hendaklah kita mengoreksi diri masing-masing, termasuk ke dalam golongan manakah kita di antara tiga macam ulama itu”.

Sejarah perjuangan dan keberhasilan para ulama terdahulu terukir karena mereka benar-benar merasa bertanggung jawab terhadap umat di hadapan Allah SWT. Mereka berjuang menegakkan amar makruf nahi mungkar serta tidak gentar menghadapi segala macam tantangan dan ancaman yang dilancarkan oleh para penguasa yang zalim dan bengis. Mereka percaya dan bertawakal, bahwa hanyalah Allah SWT satu-satunya penolong dan pelindung. Mereka rela menerima takdir ilahi dan senantiasa memohon agar kelak kembali ke sisi-Nya dalam keadaan syahid. Mereka mengikhlaskan niat dan amal ibadahnya semata-mata hanya untuk Allah. Ucapan dan perkataan mereka sesuai dengan amal perbuatan mereka, sehingga benar-benar dapat meninggalkan bekas yang baik dalam hati para penguasa dan mempengaruhi hati itu untuk meninggalkan kezaliman dalam kekuasaannya.
Tetapi di zaman dimana kerakusan hawa nafsu sangat menonjol dalam hati para penguasa, mereka telah berhasil mengunci dan membisukan mulut para ulama. Akibatnya ucapan para ulama itu sudah tidak sesuai lagi dengan amal perbuatannya. Itulah sebabnya para ulama menjadi gagal dalam membawa misinya. Seandainya para ulama berdiri tegak dan benar-benar melaksanakan tugas dan kewajibannya, sudah barang tentu mereka akan berhasil. Karena harapan umat senantiasa digantungkan kepada para ulama dan penguasanya. Bila kedua-duanya rusak, tentu umat akan rusak pula.
Untuk mengetahui apakah seorang ulama itu baik atau tidak, begitu pula apakah seorang penguasa itu adil atau zalim, akan tampak pada pengamalannya terhadap hukum-hukum syariah. Segala sikap, perilaku, dan amal para ulama dan penguasa harus diukur dengan takaran syariah Islam, dan harus dilihat dengan kacamata Islam. Dengan itu dapat diketahui baik buruknya sifat dan sikap mereka terhadap Islam; dan bagaimana cara mereka menerapkan hukum-hukum syariah serta tanggung jawab mereka dalam mengemban dakwah Islam di kalangan umat. Dengan demikian akan terciptalah suatu kehidupan masyarakat yang baik, aman dan teratur. Sebaliknya, jika para ulama dan penguasa mengingkari sifat-sifat kebaikan tersebut, maka yang akan terjadi justru sebaliknya, yaitu kerusakan, kemungkaran, kebodohan, dan kezaliman.
Dalam hiruk pikuk kampanye pemilihan kepala negara yang melibatkan para penguasa dan ulama di negeri ini, kita berharap agar semua rakyat muslim di negeri ini merenungkan petunjuk ajaran Islam yang berkaitan dengan ulama dan penguasa di atas, dan menjadikan syariah Islam sebagai standar dalam memilih kepala negara. Para ulama, dengan segenap ilmu syariahnya, khususnya fiqh siyasah, hendaknya tampil memberikan rambu-rambu kepada umat maupun calon kepala negara, bukan tampil gegap gempita hanya untuk dukung-mendukung capres-cawapres secara pragmatis, lebih-lebih bila tampak kehilangan nuansa ideologis. Jika tidak, maka jangan heran bila kondisi kita ke depan bakal jauh lebih buruk dari hari ini, Na’udzbillahi mindzalik!

naik tangga berikutnya

About Me

ignorance makes me want to learn from the smallest

Hadist Pilihan

Rasulullah saw. juga bersabda: «مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَبْتَغِي فِيهِ عِلْمًا سَلَكَ اللهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ الْمَلاَئِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضَاءً لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي اْلأَرْضِ حَتَّى الْحِيتَانُ فِي الْمَاءِ وَفَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ إِنَّ اْلأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلاَ دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ» Siapa saja yang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, Allah pasti akan membukakan baginya suatu jalan menuju surga. Sesungguhnya para malaikat akan melebarkan sayap keridhaan bagi seorang pencari ilmu. Sesungguhnya seluruh makhluk yang ada di langit maupun yang ada di bumi hingga bahkan ikan-ikan di dasar lautan akan memintakan ampunan kepada Allah bagi seorang yang berilmu. Sesungguhnya keutamaan seorang yang berilmu dengan seorang ahli ibadah adalah laksana keutamaan cahaya bulan purnama pada malam hari atas seluruh cahaya bintang. Sesungguhnya pula, orang-orang yang berilmu (para ulama) adalah pewaris para nabi, sementara para nabi tidak mewariskan dinar ataupun dirham, tetapi mewariskan ilmu. Karena itu, siapa saja yang mengambil ilmu, ia berarti telah mengambil bagian yang sangat besar. (HR. Abu Dawud, Ibn Majah, at-Tirmidzi)

  ©Design by extron_ton.